Selasa, 17 Februari 2009

Mengenal Model Pembelajaran Terpadu

MENGENAL MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas diri sehingga menjadi insan-insan yang mampu membangun dirinya sendiri, agama, bangsa, dan negaranya. Secara lebih spesifik, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. UU Sisdiknas menegaskan bahwa pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

Berbicara tentang kualitas pendidikan, tentu haruslah memiliki tolak ukur yang jelas. Salah satu tolak ukur meningkatnya mutu pendidikan yaitu dengan terjadinya peningkatan kualitas standar kelulusan siswa, sebagai output pendidikan yang diikuti dengan pembuktian bahwa siswa memiliki kemampuan bersaing dalam memperebutkan peluang dunia kerja, memiliki eksistensi kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, serta mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan lebih jauh dari itu, setiap lulusan hendaknya tidak hanya mampu bersaing dalam memperebutkan bursa dunia kerja, tetapi mampu menciptakan atau membuka lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pemerintah sudah menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diukur melalui pelaksanaan Ujian Nasional dengan standar nilai yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun perlu pula diingat oleh semua pihak bahwa mutu pendidikan sangat bergantung pada kualitas proses pendidikan, tidak hanya memperhatikan kualitas output atau semakin tingginya batas nilai minimal kelulusan secara terpisah. Justru hasil yang baik akan diperoleh jika didahului perencanaan dan proses yang baik pula. Sebab sesuatu tidak akan tercipta tanpa adanya sebuah proses penciptaannya.

Kesalahan cara pandang sebagian besar masyarakat dalam menentukan berkualitas tidaknya pendidikan yang hanya berorientasi pada hasil pendidikan tinggi, harus segera dibenahi. Ibarat membuat gedung bertingkat, bagus tidaknya struktur bangunan tidak bisa hanya ditentukan oleh bagian gedung paling atas saja tetapi ditentukan oleh keseluruhan struktur gedung, mulai dari pondasi sampai bagian gedung paling atas. Artinya, siapapun, termasuk pemerintah harus memberikan perhatian yang seimbang kepada setiap jenjang pendidikan, terutama jenjang Sekolah Dasar (SD) dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan secara umum. Sekolah Dasar (SD) sebagai lembaga pendidikan formal paling bawah sudah selayaknya mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak mengingat Sekolah Dasar memegang peranan yang sangat penting dalam upaya menciptakan dasar (pondasi) yang kokoh dan berkualitas sebagai dasar menciptakan kualitas pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Perhatian tersebut tidak selalu bersifat perbaikan fisik dan kelengkapan sarana dan prasarana saja, namun perbaikan tersebut justru harus lebih terkonsentrasi pada proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Adapun kelengkapan sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang harus diperhatikan selanjutnya. Berdasarkan hal tersebut, berbagai upaya hendaknya dilakukan guna menciptakan kondisi yang kondusif dalam menyempurnakan berbagai kelemahan yang masih terjadi mulai level perencanaan, pelaksanaan (proses), sampai level evaluasi pembelajaran.

Dewasa ini kita mengenal adanya konsep pembelajaran terpadu atau integrated teaching and learning atau integrated curriculum approach. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang dipandang mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Jika diterapkan dengan benar, didahului perencanaan yang sempurna, konsep ini mampu memberikan pemahaman secara utuh kepada siswa terhadap sebuah materi pembelajaran karena terintegrasi dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu (mata pelajaran). Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang pembelajaran terpadu atau lebih dikenal dengan istilah integrated teaching-learning pada Sekolah Dasar kelas rendah.

Apakah Model Pembelajaran Terpadu itu?

Istilah Pembelajaran Terpadu berasal dari kata integrated teaching and learning atau integrated curriculum approach. Konsep ini dikemukakan oleh Jhon dewey sebagai usaha untuk mengintegrasikan perkembangan, pertumbuhan, dan kemampuan pengetahuan siswa (Beans dalam Udin Syaefuddin, 2006: 4). Banyak ahli yang mengemukakan pengertian terhadap Pembelajaran Terpadu ini, namun kesemuanya tidaklah memiliki kesamaan yang utuh satu sama lain. Bean dalam buku Pembelajaran Terpadu mengemukakan pendapatnya bahwa ”Pembelajaran terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan interaksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam kehidupannya” (Beans dalam Udin Syaefuddin, 2006: 4). Pendapat lain tentang Pembelajaran Terpadu dikemukakan sebagai berikut:

Pembelajaran terpadu adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran sebagai suatu proses untuk mengaitkan dan memadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, kebutuhan, dan minat anak, serta kebutuhan dan tuntutan lingkungan sosial keluarga (Sa’ud, 2006: 5).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa Pendekatan Pembelajaran Terpadu adalah sebuah pendekatan yang menghubungkan bahan ajar dari berbagai mata pelajaran dengan kenyataan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Sehubungan dengan itu, pendekatan Pembelajaran Terpadu membantu anak untuk belajar menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dan apa yang baru mereka pelajari.

Dalam konteks pembelajaran dalam kelas pembelajaran terpadu dapat diartikan sebagai upaya untuk memadukan menghubungkan berbagai materi pembelajaran dengan tidak memberikan pengkotakan disiplin ilmu tertentu secara khusus. Sebagai contoh, Udin Saefuddin Su’ud mengilustrasikan bahwa pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai proses dan strategi yang mengintegrasikan isi bahasa (membaca, menulis, berbicara, mendengarkan) dan mengaitkannya dengan mata pelajaran lain. Konsep seperti itu mengintegrasikan bahasa sebagai pusat pembelajaran yang menghubungkan dengan berbagai tema atau topik pembelajaran (Su’ud, 2006:5).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Pembelajaran Terpadu merupakan pendekatan yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang terkait secara sistematis dan harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang penuh makna karena memiliki relevansi dengan berbagai aspek kehidupan anak baik secara formal maupun secara informal. Secara lebih spesifik dapat diartikan bahwa pendekatan ini merupakan pendekatan yang memadukan beberapa pokok bahasan dalam sebuah perencanaan yang matang yang dipadukan secara realistis dalam bentuk proses pembelajaran di dalam kelas.

Model-Model Pembelajaran Terpadu

Model Pembelajaran Terpadu pada dasarnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individu maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara lebih bermakna dan nyata sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan lingkungan hidupnya. Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematiknya, Robin Fogarty dalam Udin Saefuddin Su’ud mengatakan bahwa terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu, yaitu: (1) Model Fragmented, (2) Model Connected, (3) Model Nested, (4) Model Squenced, (5) Model Shared, (6) Model Webbed, (7) Model Threaded, (8) Model Integrated, (9) Model Immersed. (10) Model Networked (Su’ud, 2006: 31).

Secara singkat kesepuluh model tersebut penulis uraikan sebagai berikut:

1. Model Fragmented

Pembelajaran Fragmented seperti pada pembelajaran tradisional yang memisah-misahkan disiplin ilmu atas beberapa mata pelajaran, seperti matematika, sains, dan studi solial, serta humaniora, sanis dan seni. Model ini mengajarkan disiplin-disipin ilmu tersebut secra terpisah tanpa dnya usaha untuk mengaitkan atau memadukan. Baik di jenjang SMP/MTs maupun SMA/MA setiap disiplin ilmu diajarkan oleh guru, ruang kelas, dan waktu yang berbeda sehingga siswa melihat disiplin ilmu tersebut secara terpisah-pisah. Seorang siswa SMP/MTs memandang bahwa disiplin ilmu masing-masing terpisah-pisah seperti matematika bukanlah sains, sains bukanlah bahasa Inggris, dan bahasa Inggris bukanlah sejarah.

2. Model Connected

Model connected (keterhubungan) dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Bahasa dan Sastra Indonesia. Penguasaan butir-butir pembelajaran tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan berbahasa dan bersastra. Hanya saja pembentukan pemahaman, keterampilan, dan pengalaman secara utuh tersebut tidak berlangsung secara otomatis. Karena itu, guru harus menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajarannya secara terpadu.

3. Model Nested

Model Nested merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya pada satuan jam tertentu seorang guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman tata bentuk kata, makna kata, dan ungkapan dengan saran pembuahan keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi, daya berpikir logis, menentukan ciri bentuk dan makna kata-kata dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi. Pembelajaran berbagai bentuk penguasaan konsep dan keterampilan tersebut keseluruhannya tidak harus dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi dan berpikir logis dalam hal ini disikapi sebagai bentuk keterampilan yang tergarap saat siswa memakai kata-kata, membuat ungkapan dan mengarang puisi. Tanda terkuasainya keterampilan tersebut dalam hal ini ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam membuat ungkapan dan mengarang puisi.

4. Model Sequenced

Model Sequenced merupakan model pemaduan topik-topik antar matapelajaran yang berbeda secra paralel. Isi cerita dalam roman sejarah misalnya, topik pembahasannya secara paralel atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan ihwal sejarah perjuangan bangsa, karakteristik kehidupan sosial masyarakat pada periode tertentu maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata. Topik-topik tersebut dapat dipadukan pembelajarannya pada alokasi jam yang sama. Pembelajaran terpadu bertahap merupakan pembelajaran yang ditempuh dengan cara mengajarkan yang secara material (bahan ajar) memiliki kesamaan materi dan keterkaitan antar keduanya. Terpadu ini ditempuh dalam upaya mengutuhkan atau menyatukan materi-materi yang bercirikan sama dan terkait.

5. Model Shared

Model ini merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat adanya tumpang tindih ide atau konsep dua mata pelajaran atau lebih. Pembelajaran ini ditempuh didasarkan pada kenyataan bahwa banyak dijumpai terdapatnya suatu kemampuan yang pencapaiannya harus diwujudkan melalui dua atau lebih mata pelajaran.

6. Model Webbed

Model Webbed atau jaring laba-laba bertolak dari pendekatan tematik sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang cenderung dapat disampaikan melalui beberapa bidang studi lain. Dalam hubungan ini, tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran maupun lintas mata pelajaran.

7. Model Threaded

Model ini merupakan pendekatan yang ditempuh secara bergalur (threaded) yaitu dengan cara mengembangkan gagasan pokok yang merupakan benang merah (galur) yang berasal dari konsep yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu. Model ini pun merupakan bentuk pemaduan keterampilan, misalnya melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi terhadap cerita dalam novel, dan sebagainya. Bentuk threaded ini berfokus pada meta-curriculum.

8. Model Integrated

Model integrated merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbedapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Model ini berangkat dari adanya tumpang tindih beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang dituntut dalam pembelajaran, sehingga perlu adanya pengintegrasian multidisiplin. Dalam kaitan ini perlu adanya tema sentral yang akan dibahas yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu.

9. Model Immersed

Model Immersed dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakaiannya. Dalam hal ini tukar pengalaman sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Pada model ini keterpaduan terjadi secara internal dan instrinsik yang dilakukan oleh siswa dengan sedikit atau tanpa intervensi dari luar.

10. Model Networked

Model networked merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengendalikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda-beda. Belajar disikapi sebagai proses yang berlangsung secara terus-menerus karena adanya hubungan timbal balik antara pemahaman dan kenyataan yang dihadapi siswa.

Kelebihan Model Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu memiliki beberapa keunggulan atau kekuatan dibanding model pembelajaran konvensional, diantaranya adalah:

1. Mendorong guru mengembangkan kreativitas.

Penerapan model pembelajaran terpadu menuntut guru untuk memiliki wawasan, pemahaman, dan kreativitas tinggi karena adanya keharusan untuk memahami keterkaitan antara satu pokok bahasan (substansi) dengan pokok bahasan lain dari berbagai mata pelajaran. Selain itu, guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitis dan kemampuan kategoris agar dapat memahami keterkaitan dan kesamaan material ataupun metodologi suatu pokok bahasan.

2. Guru dapat mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, dinamis, dan bermakna.

Penerapan model ini memberikan peluang kepada guru untuk dapat mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan keinginan dan kemampuan guru maupun kebutuhan guru dan kesiapan siswa dalam belajar. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran terpadu memberikan peluang terjadinya pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema atau pokok bahasan yang disampaikan.

3. Mempermudah dalam memotivasi siswa.

Model ini memberikan kemudahan kepada guru untuk memberikan motivasi kepada siswa dalam mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan antarkonsep, pengetahuan, nilai atau tindakan yang terdapat dalam beberapa pokok bahasan atau bidang studi. Secara psikologis, siswa digiring berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan-hubungan konseptual yang disajikan.

4. Menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya pembelajaran karena adanya penyederhanaan langkah-langkah pembelajaran.

Oleh karena itu, penerapan model ini sangat memungkinkan terciptanya perbaikan proses pembelajaran di dalam kelas, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara umum, yakni terciptanya hubungan yang nyata antara konsep atau teori ilmu dengan lingkungan atau tuntutan lingkungan hidup siswa.

Bersambung……

Penggunaan Media Pembelajaran sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA


A. Latar Belakang

Proses belajar-mengajar atau proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah mengantar para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku, baik intelektual, moral maupun social agar dapat hidup mandiri sebagai individu maupun makhluk social. Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur guru melalui proses pembelajaran. Lingkungan mencakup tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Unsur-unsur tersebut dikenal dengan sebutan komponen-komponen pembelajaran.

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa yang menjurus kearah terjadinya proses belajar. Ada beberapa faktor pertimbangan sebuah media digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain: (a). Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran. (b). Dukungan terhadap bahan pembelajaran. (c). Kemudahan memperoleh media. (d). Keterampilan dalam menggunakannya.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa peranan media dalam proses pembelajaran dapat ditempatkan sebagai berikut: (a). Alat untuk memperjelas bahan pembelajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini, media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pembelajaran. (b). Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji legih lanjut dan dipecahkan oleh para peserta didik dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau simulasi belajar siswa. (c). Sumber belajar bagi siswa. Artinya media tersebut adalah bahan-bahan yang harus dipelajari para peserta didik baik individual maupun kelompok. Dengan demikian, akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya.
Walaupun demikian, kunci sukses pengajaran bukan terletak pada kecanggihan kurikulum atau kelengkapan fasilitas sekolah, melainkan bagaimana kredibilitas seorang guru dalam mengatur dan memanfaatkan mediator yang ada di dalam kelas.

B. Masalah

Realita bahwa guru sering mengalami kesulitan dalam menjelaskan suatu meteri pelajaran kepada murid adalah hal yang tidak bisa dipungkiri. Namun kenyataannya, guru jarang menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu agar hasil belajar-mengajar lebih meningkat. Oleh karena itu, saya sangat tertarik untuk mendeskripsikan Bagaimana pentingnya media pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil-belajar mengajar?

C. Pembahasan Masalah

Dalam praktik mengajar sehari-hari penggunaan media pembelajaran oleh guru adalah hal yang jarang bahkan sangat jarang dilakukan. Ada beberapa alasan logis yang bisa saya kemukakan pada kesempatan ini, antara lain sebagai berikut:

Pertama, menggunakan media itu repot. Mengajar dengan mengguna-kan media perlu persiapan. Apalagi kalau media itu semacam OHP atau video. Perlu listrik lagi. Guru sudah repot dengan menulis persiapan mengajar. Jadwal padat, urusan di rumah dan lain-lain. Boro-boro sempat memikirkan media. Demikian kurang lebih alasan yang sering dikemukakan para guru. Padahal kalau sedikit saja mau berpikir dari aspek lain, bahwa dengan media pembelajaran akan lebih efektif, maka alasan repot itu akan hilang. Pikirkanlah bahwa dengan sedikit repot, tapi mendapatkan hasil optimal. Media juga relatif awet, sekali menyiapkan dapat dipakai beberapa kali sajian. Selanjutnya tidak repot lagi.

Kedua, media itu canggih dan mahal. Tidak selalu media itu harus canggih dan mahal. Nilai penting dari sebuah media bukan terletak pada kecanggihannya (apalagi harganya yang mahal) namun terletak pada efektivitas dan efisiensinya dalam membantu proses pembelajaran. Banyak media sederhana yang dapat dikembangkan sendiri oleh guru dengan harga murah. Kalaupun dibutuhkan media canggih semacam audio visual atau multimedia, itu cost-nya akan menjadi murah apabila dapat digunakan oleh lebih banyak siswa.

Ketiga, tidak bisa. Demam teknologi ternyata menyerang sebagian dari guru kita. Ada beberapa guru yang “takut” dengan peralatan elektronik, takut kesetrum, takut salah pijit. Alasan ini menjadi lebih parah kalau ditambah dengan takut rusak, sehingga media audio visual sejak beli baru tetap tersimpan rapih di ruang kepala sekolah. Sebenarnya, dengan sedikit latihan dan mengubah sikap bahwa media itu mudah dan menyenangkan, maka se- lgala sesuatunya akan berubah.
Keempat, media itu hiburan sedangkan belajar itu serius. Alasan ini jarang ditemui, namun ada. Menurut pendapat orang-orang terdahulu belajar itu sesuatu yang serius. Belajar harus mengerutkan dahi. Media itu identik dengan hiburan. Hiburan adalah hal yang berbeda dengan belajar. Tidak mungkin belajar sambil santai. Ini memang pendapat orang-orang zaman dulu. Paradigma belajar kini sudah berubah. Kalau bisa dilakukan dengan menyenangkan, mengapa harus dengan menderita. Kalau bisa dilakukan dengan mudah, mengapa harus menyusahkan diri?

Kelima, tidak tersedia. Tidak tersedia media di sekolah, mungkin ini adalah alasan yang masuk akal. Tapi seorang guru tidak boleh menyerah begitu saja. Ia adalah seorang profesional yang harus penuh inisiatif. Seperti telah disebutkan di atas, media tidak harus selalu canggih, namun dapat juga dikembangkan sendiri oleh guru. Namun demikian, dalam hal ini pimpinan sekolah juga hendaklah cepat tanggap. Jangan biarkan suasana kelas itu gersang, hanya ada papan tulis dan kapur.

Keenam, kebiasaan menikmati bicara. Berbicara itu memang nikmat. Ini kebiasaan yang sulit diubah. Seorang guru cenderung mengikuti cara gurunya dahulu. Mengajar dengan mengkitalkan verbal lebih mudah, tidak memerlukan persiapan yang banyak, jadi lebih enak untuk guru. Namun yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran adalah kepentingan murid yang belajar, bukan kepuasan guru

Sejauhmana pentingnya media dalam upaya meningkatkan hasil belajar-mengajar? Pertanyaan tersebut akan saya coba jawab melalui ilustrasi di bawah ini:

Misalnya, ketika kita ingin menjelaskan tentang seekor binatang yang disebut gajah kepada siswa SD kelas awal. Atau kita ingin menjelaskan tentang kereta api kepada murid kita yang berada di Kalimantan, Irian, atau di tempat lain yang tidak ada kereta api. Atau kita ingin menjelaskan tentang apa itu pasar terapung. Ada beberapa cara yang mungkin kita lakukan.

Cara pertama, kita akan bercerita tentang gajah, kereta api, atau pasar terapung. Kita bisa bercerita mungkin karena pengalaman, membaca buku, cerita orang lain, atau pernah melihat gambar ketiga objek itu. Apabila murid kita tersebut sama sekali belum tahu, belum pernah melihat dari televisi atau gambar di buku misalnya, maka betapa sulitnya kita menjelas hanya dengan kata-kata tentang objek tersebut. Kalau kita seorang yang ahli bercerita, tentu cerita kita akan sangat menarik bagi murid-murid. Namun tidak semua orang diberikan karunia kepkitaian bercerita. Penjelasan dengan kata-kata mungkin akan menghabiskan waktu yang lama, pemahaman murid juga berbeda sesuai dengan pengetahuan mereka sebelumnya, bahkan bukan tidak mungkin akan menimbulkan kesalahan persepsi.

Cara kedua, kita membawa murid studi wisata melihat objek itu. Cara ini merupakan yang paling efektif dibandingkan dengan cara lainnya. Namun berapa biaya yang harus ditanggung, dan berapa lama waktu diperlukan? Cara ini walaupun efektif tapi tidak efisien. Tidak mungkin untuk belajar semua orang harus mengalami segala sesuatu.

Cara ketiga, kita membawa gambar, foto, film, video tentang objek tersebut. Cara ini akan sangat membantu kita dalam memberikan penjelasan. Selain menghemat kata-kata, menghemat waktu, penjelasan kitapun akan lebih mudah dimengerti oleh murid, menarik, membangkitkan motivasi belajar, menghilangkan kesalahan pemahaman, serta informasi yang kita sampaikan menjadi konsisten.

Ketiga cara di atas dapat saya katakan sebagai berikut: cara pertama sebagai informasi verbal, cara kedua berupa pengalaman nyata, sedangkan cara ketiga informasi melalui media. Di antara ketiga cara tersebut, cara ketiga adalah cara yang paling bijaksana dilakukan. Media kita perlukan agar pembelajaran lebih efektif dan efisien.

Ilustrasi di atas cukup kiranya menggambarkan betapa pentingnya media pembelajaran bagi guru untuk mengkonkretkan pemahaman siswa tentang sesuatu yang dipelajarinya, sehingga dapat membantu guru dan siswa belajar secara kontekstual bukan sekedar belajar dengan membayangkan. Sehingga Untuk memperkenalkan gajah, tidak harus membawa siswa ke habitat gajah secara langsung.

Jadi jelaslah media pembelajaran sangat menentukan keberhasilan belajar-mengajar. Melalui media pembelajaran siswa akan memperoleh pemahaman yang konkret tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya. Hal tersebut sangat penting untuk menghindari terjadinya salah persepsi dalam memahami sesuatu. Selain itu, penggunaan media pembelajaran dapat menghemat waktu dan biaya pembelajaran, dengan kata lain penggunaan media dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan efesien.

Beberapa paradigma guru tentang media pembelajaran yang telah saya paparkan di atas, memang sangat faktual. Namun hendaknya guru dapat merubah paradigma tersebut dengan memperhatikan perkembangan dunia pendidikan yang semakin pesat. Paradigma bahwa menggunakan media itu menjadi repot, mahal, dan sebagainya harus diubah total. Guru dapat menentukan media pembelajaran secara bebas dan semurah-murahnya dalam membantu meningkatkan sekaligus mempercepat pemahaman siswa terhadap sesuatu.

Guru dapat memanfaat benda atau pun hewan yang ada dilingkungan siswa sebagai media langsung pembelajaran. Jika tidak memungkinkan guru cukup membawa gambar, poster, lukisan atau apapun jika media video atau film tidak tersedia. Bahkan guru dapat menggunakan lagu yang sesuai dengan materi yang disampaikan sebagai media pembelajaran. Penggunaan media dalam sebuah pembelajaran sangat penting dalam upaya menciptakan pembelajaran yang kontekstual, pembelajaran yang nyata, sehingga siswa memiliki pemahaman yang utuh tentang materi yang sedang dipelajarinya. Terutama bagi siswa Sekolah Dasar kelas rendah, suasana nyata dalam belajar sangat menentukan pemahaman mereka dalam mempelajari sesuatu, sebab kemampuan berpikir abstrak siswa Sekolah Dasar kelas rendah masih sangat rendah. Oleh karena itu, media bagi mereka adalah jembatan yang sangat membantu untuk memperoleh pemahaman konkret dari sesuatu yang tak mampu dilukiskan melalui kata-kata oleh seorang guru di dalam kelas.

Media yang murah dan gampang sebenarnya banyak terdapat di lingkungan kita misalnya yang belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran. Misalnya, media lagu, koran, majalah, radio, televisi, film, foto, lukisan, cerita bergambar, komik dan lain-lain. Biasanya guru kurang inovatif dan variatif dalam memanfaatkan hal-hal tersebut, padahal sangat mudah kita dapat menemukan benda-benda tersebut yang selanjutnya bisa digunakan, dimodifikasi, atau bahkan dikembangkan menjadi media pembelajaran efektif.

Salah satu contoh media yang disukai anak dan dapat dugunakan penggunaan media cergam atau cerita bergambar. Cergam dapat kita gunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam mengajarkan keterampilan menulis di Sekolah Dasar.

Pembelajaran keterampilan menulis memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah ketrampilan menulis karangan. Dalam pembelajaran menulis, diharapkan siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan membuat karangan namun juga diperlukan kecermatan untuk membuat argumen, memiliki kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan dengan cara membuat karangan yang menarik untuk dibaca. Di antaranya mereka harus dapat menyusun dan menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain sehingga menjadi karangan yang utuh.

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum cergam sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa dalam pembelajaran menulis. Secara khusus, penggunaan cergam sebagai media adalah sebagai berikut: (1) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun cerita berdasarkan rangkaian gambar secara urut sehingga menjadi karangan narasi yang utuh, (2) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memadukan kalimat menjadi karangan narasi yang padu dengan menggunakan kata sambung yang tepat, dan (3) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar dalam karangan narasi

D. Simpulan

Berdasarkan uraian-uraian di atas, peran media sangat menentukan keaktifan dan respons siswa dalam belajar yang pada akhirnya dapat menentukan keberhasilan guru dalam mengajar dan keberhasilan siswa dalam belajar. Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi agar dapat mengoptimalkan berbagai potensi diri, lingkungan, dan ketersediaan teknologi sebagai media menyampaikan materi pelajaran.

Hal lain yang tak kalah penting adalah yang harus dimiliki guru berkaitan dengan hal ini adalah keinginan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi dan multimedia, sehingga guru tidak hanya bisa menggunakan media pembelajaran tapi lebih jauh dapat mengembangkan media yang ada sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan nyata yang dihadapi dalam pembelajaran. Dengan kata lain, guru hendaknya tidak gagap teknologi walaupun kondisi realistis guru dihadapkan pada berbagai keterbatasan.

Lagu The NexT - Shofie

The Next Band