Rabu, 31 Desember 2008

Ciremai Ujung (Mengapa Shofie?)

Ciremai Ujung

(Mengapa Shofie?)

Semilir angin sore terasa begitu bebas menerobos paru-paruku. Dalam ku hirup sejuknya wangi dedaunan ranggas berwarna coklat yang terhampar di atas jalanan aspal yang tak begitu ramai dilalui kendaraan. Kulihat daun-daun itu tertepikan oleh hempasan angin kendaraan yang melaju santai. Pagi besok dedaunan itu akan habis disapu ibu-ibu petugas kebersihan yang setia dan telaten melaksanakan panggilan nuraninya.

Pohon-pohon tua berumur puluhan bahkan ratusan tahun itulah yang yang menjadikan kota kecil ini berbeda dengan kota-kota lain yang pernah kukunjungi. Sepanjang jalan dipenuhi pohon-pohon kenari besar. Banyak juga pohon-pohon beringin yang telah berjanggut dan merumbaikan janggut panjangnya ke jalan. Sungguh merupakan pemandangan kota yang langka. Oleh karena itu kota ini akan tetap menjadi kota nomor satu di hatiku.

Sore itu, angin yang turun dari punggung Gunung Salak merebakkan sejuknya ke kota kecilku. Sejuk sekali. Aku masih enggan beranjak dari malasku yang terus dibelai-belai semilir dan sejuk angin.

Dari tempatku bersandar ini, jelas sekali di bawah sana terhampar perumahan Sempur yang kian rapat mengikuti batas kelok semacam lembah yang menghampar dari batas utara kebun raya sampai daerah Warung Jambu yang kini berdiri kokoh pusat perbelanjaan. Di bawah sana meliuk-liuk tenang Sungai Ciliwung memantulkan cahaya ramah mentari sore yang mulai jingga. Aku membayangkan jika dari batas Warung Jambu sana aliran deras Ciliwung dibendung, maka cekungan semacam lembah itu akan menjadi sebuah danau yang sangat besar dan indah, berpagar pepohonan rimbun nan besar, dilingkari jalan aspal mulus, dihiasi rumah-rumah tua peninggalan Belanda yang tertatih bertahan menahan gempuran zaman. Aku yakin kota ku ini akan semakin indah, sejuk, dan nyaman.

Semilir angin terus membelai wajahku. Sejuk sekali. Kupejamkan mataku dalam-dalam, kubiarkan semua kenangan masa lalu ku silih berganti membayang.

Di tempat dan di bawah pohon besar ini dulu aku sering menyandarkan tubuh lelahku. Semua masih seperti dulu. Gitar bututku kubiarkan tergeletak di hamparan dedaunan kering seperti sekarang ini. Di sini pula aku sering berjanji dengan seorang teman SMA ku. Dia begitu baik dan memperhatikan aku, walau ia tak seperti aku, seorang anak jalanan yang ingin sekolah. Walau begitu, aku mungkin jauh lebih baik ketimbang sebagai anak sekolah yang lebih banyak di jalanan. Ia sosok wanita cantik, ramah, dan sederhana walau anak orang mampu secara ekonomi. Ayahnya Ketua Pengadilan Negeri Bogor yang berkantor tepat di samping Regina Pacis, sekolah tua yang juga menempati gedung tua. Pernah beberapa kali aku mengantarnya pulang sekolah. Kantor tua bercat putih itu begitu sejuk, pohon-pohon besar masih kerap berdiri sampai kini.

Gadis itu bernama Shofie. Sungguh nama yang sangat indah dan membuat ku melayang setiap kali tak sengaja ku dengar nama itu disebut orang dalam sebuah perbincangan atau ku baca dalam sebuah tulisan walau aku tahu itu bukanlah Shofie ku. Tidak jelas apa alasan pasti gadis itu dekat dengan ku. Mungkin ia hanya iba melihat nasibku yang harus mengamen membiayai sekolahku sampai aku kuliah kini.

Pernah pada suatu siang ia membawakan aku sebungkus makanan. Di tempat ini aku makan dan tertawa bersama. Aku tidak tau perasaanku kepada nya atau perasaannya kepadaku. Aku hanya merasakan dia begitu istimewa bagi ku.

Di pohon ini pernah ku ukir nama ku dan namanya. Kota ini pun menjadi saksi ketika aku bercengkrama bersama di bawah sebuah payung di guyur derasnya hujan pagi saat menunggu angkot yang sedikit enggan mengangkut kami yang notabene membayar lebih murah dibanding penumpang biasa. Putih-abu yang kami kenakakan sebagian basah. Tapi jiwa kami begitu hangat.

Ku tarik nafas panjang karena ada keinginan kuat dalam batin ku untuk kembali mengulangi masa yang tak mungkin kujelang lagi. Mataku menghangat ketika ku ingat senyum manisnya untuk yang terakhir kali menghias wajah mulus berhias bulu-bulu halus itu. Masih jelas terbayang bagaimana ia begitu antusias mendengarkan lagu baru yang ku tulis khusus untuknya. Tepuk tangan dan pujian-pujian meluncur lembut dari mulutnya ketika mengomentari syair dan irama laguku.

"Tapi mengapa harus begitu akhir cerita cintanya?" tanyanya sambil memiringkan kepalanya dan merapikan rambut dengan tangannya dengan pandangan yang amat lembut kepadaku..

"Apa kamu menginginkan kita seperti itu?" kejarnya lagi.

Sambil menunduk aku menjawab, "Sebenarnya itu hanya khayalan yang sama sekali tidak aku inginkan. Aku hanya membayangkan betapa aku sangat bersedih hati seumur hidupku jika seperti itu."

"Kenapa?" tanyanya seakan mengejarku sampai ke sudut.

"Kenapa?" jawabku balik bertanya. "Kalau boleh aku ingin menjagamu dengan segenap cintaku, selamanya." lanjutku penuh keragu-raguan.

"Kalau Boleh?" jawabnya dengan tanya disertai tawa kecil dan mata yang berbinar indah.

"Kamu pikir selama ini bagaimana?" lanjutnya lagi.

Aku tersenyum bahagia. Dunia terasa sangat indah saat itu.

"Ok, Fer met ketemu besok pagi ya. Kita berangkat sekolah bareng kan?"

"Di tempat biasa?" tanyaku sambil ku genggam erat tangannya.

Ku lihat dia hanya mengangguk dan tersenyum sangat cantik. Aku mengantarnya dengan pandangku dari tempatku berdiri di bawah pohon kenari besar ini. Aku menyesal mengapa tidak ku gandeng saja tangannya menyebrangi jalan sepi Ciremai Ujung itu. Bagai petir menyambar, sesaat aku dengar sebuah bunyi keras semacam benturan dan bunyi berdecit panjang rem mobil. Tak percaya ku lihat dia terkapar di seberang jalan sana. Sebuah mercy tiger warna hitam berhenti dengan posisi agak melintang tidak jauh dari tempat Shofie terkulai . Aku menghambur, berlari,kubanting gitar butut itu, aku berteriak sekeras-keras nya. Aku memeluk erat tubuhnya yang terkulai. Darah yang membasahi bajuku membuat aku lebih histeris dan tak henti kupanggil namanya dengan suara lirih dan bergetar.

Dia pergi dengan sangat cantik dalam pelukanku. Aku berteriak panjang hingga tak lagi bersuara. Pedih hati yang tersayat sungguh tak sanggup ku peri. Ku peluk erat tubuhnya, dalam linangan air mata, ku kecup keningnya. Cairan hangat tak kuasa ku bendung di belai semilir angin sore ini. Aku sungguh tak dapat melupakanmu.

Aku bangkit dari duduk ku. Terasa sangat berat. berat sekali... Ku raba ukiran nama ku dan namanya. Gontai kutapaki Ciremai Ujung menuju sisi Kebun Raya sebelah utara. Semua masih seperti dulu. Begitu pula semua gurat kenangan bersamanya masih sangat jelas terbayang hidup, sehidup cintaku yang akan tetap tersemat untukmu sampai akhir perjalanan ini. Demikianlah Lagu Shofie ku buat dengan sepenuh jiwa ragaku di ujung senja di Ciremai ujung.

Selasa, 30 Desember 2008

Sebentar Lagi Malam

Sebentar Lagi Malam

V-Roy

Senja jingga mulai memudar

Bayangan memanjang kian samar

Awan putih jauh dilengkung sana pun kian pula hilang

Kepak-kepak mulai hinggap

Derai tawa kita kian sayup...ke laut

Jejak-jejak kita pasti tersapu deburan kian naik

Sebentar lagi...

Bias malam kian mengelam

Sepi pun berganti menyelimuti

Letih...

Sebait sajak yang kita cipta siang tadi

Derai tawa diambang senja

Tak cukup kiranya sebagai bekal mimpi

Melukis segala ingin

Duhai malam...

Tahukah engkau

Tak ingin aku melepaskan pelukan senja

Tak mau aku hanya mengenangnya

Izinkan aku mendekap lembayung dan lengkung pelanginya dalam pelukanmu

Biar lebih kunikmati tebaran bintang di cakrawalamu

Biar lebih kuhayati arti rembulanmu yang menyepuh kelok setapak perjalananku esok

Wahai malam...

Belai aku dengan kasihmu

Bantali aku dengan kelembutan

Antarkan aku hingga saat pagi kembali menyambut

Duhai Engkau Mahapujangga

Jangan pernah Kau tulis malam menelan senja

Jangan pernah Kau cipta senja menikam siang

Jangan pernah Kau gubah siang menelan pagi

Dan Jangan lagi kau cipta lebih banyak pagi seperti ini…

Hallo...

Hallo…

Boy adalah nama yang cukup eksentrik bahkan ekstrim untuk nama seorang guru. Nama itu tidak cocok, menurutku semestinya Agus, Ilyas, Karno, Bambang, atau Endang, sehingga pantas didengar jika disapa dengan panggilan Pak Agus, Pak Ilyas, Pak Karno, Pak Bambang, atau Pak Endang. Sedangkan Boy? Menurutku cocok untuk nama seorang rocker atau preman bertato naga dilengannya atau tato apalah yang jelas bertato. Kadang aku berpikir dia orang yang salah memilih jurusan ketika kuliah atau mungkin dia korban orang tua yang memaksanya untuk jadi seorang guru. Kalangan orang tua, termasuk orang tuaku menganggap guru adalah pekerjaan yang sangat mulia, sehingga banyak yang mengarahkan cita-cita anaknya bahkan memaksanya menjadi guru, sehingga guru menjadi profesi yang terpaksa dijalaninya. “Apa mungkin karena itu, banyak guru yang ga bener ngajarnya?” pikirku ngaco. “Tapi bisa juga!” pikirku lagi. “Hari ginee…!”

Dialah guru muda di sekolahku yang paling aku benci mungkin sampai tulang sumsumku. Dia konsisten memberlakukan peraturan sekolah dengan sangat ketat dan terkadang tanpa toleransi. Mulai dari potongan baju, celana atau rok, rambut, sepatu, kaus kaki, sampai aksesoris seperti gelang, kalung, cicncin tidak luput dari perhatiannya. Tidak sedikit teman lelaki sekelasku yang berambut model “Ungu” yang ngacung-ngacung dengan cambang panjang itu dibabatnya habis. Entah berapa banyak gelang-gelang dan cincin yang menurutku keren disita paksa tanpa jaminan dan tak pernah dikembalikan. “Mungkin dia mau buka lapak di pasar kaget,” pikirku ngada-ngada. Contoh kecil lain jika ada siswa yang tidak memakai lokasi sekolah pada saat bertemu dengannya, sudah pasti akan mendapatkan ceramah panjang lebar. Pokoknya bisa membuat telinga panas. Bahkan aku sering melihat dia berkata keras kepada siswa lain yang aku sendiri tidak mau ambil pusing apa kesalahan mereka. Bayangkan bagaimana kalau ketauan mabal atau tidak mengerjakan PR. “Pasti hancur tuh kuping,” kata seorang anggota gankku. “Mungkin bisa-bisa kita dijemur seharian di lapangan upacara,” tambahku sinis. Seperti kejadian yang dialami seorang temanku kemarin. Gara-gara kabur saat pelajarannya, dia dijemur di lapanagan basket sampai pergantian pelajaran berikutnya. Pokoknya, buatku Boy adalah guru yang paling killer plus nyebelin. Namun dalam hatiku yang paling dalam memang ada sedikit pengakuan bahwa dia memang berbeda dengan guru lain yang tidak begitu tertarik bahkan cenderung tidak peduli dengan penegakan disiplinan di sekolah, mereka hanya mengajar…lalu pulang.

Aku sendiri siswa yang sangat sering mendapatkan ceramahnya dan berulang kali dikeluarkan pada saat jam pelajarannya. “Ki, silakan keluar dan jangan coba-coba mengikuti pelajaran saya kalau penampilan kamu seperti itu!” usirnya suatu ketika. Terpaksa aku keluar kelas dengan kesal dan dengan sikap yang kusadari tidak sopan. Sengaja sikap itu aku tunjukkan agar dia tahu bahwa dia tidak boleh semena-mena terhadapku tanpa berpikir tersinggungkah dia dengan sikapku itu. “Memangnya kenapa aku?” tanyaku dalam hati “Cuma karena lengan bajuku pendek, kubuat kecil dan bajuku tidak dimasukkan?” protesku lagi. “Bukan Cuma itu Ki, lo liat deh lo juga ga pake lokasi dan emblem!” kata seorang temanku saat jam istirahat sambil menunjuk ke dada dan lengan bajuku sebelah kanan. Meski aku tahu itu, aku tetap saja tidak bisa menerima perlakuan Pak Boy padaku pagi tadi. Padahal dia bukan guru BP atau pembina OSIS apalagi wakil kepala sekolah urusan kesiswaan yang biasa menangani masalah-masalah seperti itu. Dia hanyalah guru biasa. “Carmuk banget sih!” ejekku ketika dia melintas di depanku saat aku sedang istirahat dan asik ngerumpi dengan Shieldverra, teman baikku. Dia emang tak tahu diri, diejek seperti itu bukannya mikir atau balik marah. “ Eh..Ki, liat deh…dia malah senyum,” kata Shieldverra dengan muka aneh plus melongo seraya telunjuknya mengikuti arah guru itu berjalan menuju kantor.

Aku pikir, mungkin guru yang nyebelin itu tidak pernah menonoton tayangan-tayangan sinetron tentang anak SMA di televisi sehingga dia disconnected dengan gaya remaja masa kini. Lihat saja! Mana ada yang bajunya dimasukkan? Mana ada yang berpenampilan seperti yang dia inginkan? Perempuannya terlihat modis dengan baju ukuran kecil, lengan baju dikecilkan, bagian bawah baju dipotong hingga nyaris tidak bisa dimasukkan lagi ke dalam rok yang juga pendek. Rambutnya? Tentu saja boleh dicat warna-warni. Siswa laki-lakinya pun sama, rambut mereka boleh gondrong, telinga dan hidung boleh dipierching. “Kenapa dia norak banget sich?” pikirku tidak mengerti. Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh aku memberikan ilustarsi supaya dia melek. Sebuah sekolah yang tidak jauh dari sekolahku pun sebenarnya cukup bila kujadikan contoh. “Tidakkah dia setiap hari melewati sekolah itu dan melihat betapa bebasnya penampilan siswa-siswinya?” Lagian yang lebih penting menurutku bukan sekedar penampilan yang rapi dan terkesan jadul banget, tapi isi kepala.

Kebencianku terhadap guru yang satu itu semakin bertambah, ketika suatu ketika aku dengan sengaja mengecat pirang rambutku. Komentarnya sangat berbeda dengan teman-temanku yang mengatakan, “Kiki, lo tambah cool deh dengan gaya rambut begitu.” Atau seorang teman laki-laki di kelasku memberi pujian, “Ki, kulit lo jadi kelihatan lebih putih dan mulus dengan rambut pirang.” Apa coba komentarnya ketika aku dipanggil khusus olehnya, “Ki, maaf ya sepertinya penampilan kamu sudah tidak pantas sebagai seorang siswa.” Terang saja aku jadi sewot mendengar dia berbicara begitu karena ada kesan dia menuduhku dengan prasangka yang macam-macam. “Penampilan saya tidak pantas sebagai siswa, kata Bapak?” tanyaku nyolot “Maksud Bapak?” kejarku lagi. “Maksud saya….” Jawabnya terputus. “Maksud Bapak saya seperti jablay, begitu?” potongku cepat dengan nada yang meninggi karena aku tersinggung. Aku tak bisa lagi menahan emosi dan air mata. Aku bangkit dari dudukku kemudian berlari meninggalkan dia yang juga berdiri di sisi meja sebelah sana mencoba menahanku pergi. “Bukan…maksud saya bukan begitu, Ki. Dengarkan dulu!” begitu pintanya sepintas ku dengar di sela isak tangisku. Aku bergegas mengambil tasku dari dalam kelas. Tentu saja kejadian itu membuat guru yang sedang mengajar dan teman-teman sekelasku jadi bengong dan saling pandang tanda tidak mengerti apa yang telah terjadi. Aku terus saja melangkah setengah berlari menuju tempat parkir, tanpa memberi kesempatan kepada Si Boy, guruku itu, untuk melanjutkan perkataannya tadi apalagi untuk memberikan penjelasan. Padahal dari kaca spion mobilku kulihat dia berusaha mengejar. Apa peduliku…. Aku terus tancap gas setelah aku memaksa satpam sekolahku untuk membukakan pintu gerbang.

“Apa? Gurumu bilang begitu?” tanya ibuku dengan muka memerah tanda marah setelah mendengar laporanku. Memang ibuku selama ini sangat menyayangi aku. Ia selalu mengabulkan apa saja yang aku inginkan tanpa bisa menolak, walaupun sebenarnya terkadang permintaanku tidak disetujuinya. Sebenarnya ibuku sempat melarang aku untuk mengecat rambut, tapi aku tetap memaksa. Saking sayangnya, dia pula yang mengantar aku ke salon tempo hari untuk mengecat rambut yang sekarang menambah ruwet sengketa antara aku dengan guru yang bawel itu. Esoknya Ibuku datang ke sekolah hendak menemui Pak Boy. Segudang caci-maki mungkin sudah dipersiapkan Ibuku seandainya Pak Boy hari ini ada di sekolah. Wajarkan? Orang tua mana yang bisa terima kalau benar anaknya dikatakan jablay walau oleh guru sekalipun. “Guru macam apa dia? Kok bisa-bisanya berkata seperti itu kepada muridnya.” maki ibuku waktu itu dengan nada yang sangat ketus. Katanya sih dia sakit karena kemarin sore kehujanan sewaktu pulang. “Beruntung sekali dia,” bisikku dalam hati. Akhirnya, ibuku diterima langsung oleh kepala sekolah. Aku tidak tahu apa yang disampaikan ibuku kepada kepala sekolah. “Sudah, Ibu sudah melaporkan gurumu itu kepada kepala sekolah.” katanya sambil melangkah ke arahku selepas keluar dari ruang kepala sekolah. “Katanya, dia yang akan memproses…siapa namanya?” sambung ibuku sambil bertanya. “Pak Boy?” jawabku setengah bertanya pula. “Iya..Pak Boy.” Jawab ibuku singkat.

Aku mungkin satu-satunya siswa yang sangat membencinya. Bila berpapasan dengannya, aku belum pernah sekalipun menyapanya, apalagi membalas senyumnya. Aku memang selalu berpura-pura tidak pernah melihat kalau dia memberi senyum tulusnya untukku. Lewat sudut mataku aku tahu dia diam-diam merasa malu karena aku seperti itu. Terkadang aku merasa aneh mengapa dia bersikap biasa-biasa saja seakan tak pernah terjadi apa-apa. Padahal aku setengah mati membencinya. “Mengapa masih ada senyum itu untukku?” tanyaku dalam hati. “Apa mungkin karena hari ini atributku lengkap?” pikirklu lagi. Aku tak peduli karena apa dia tersenyum padaku. Shieldverra sahabat terdekatku yang selalu mendukungku sekalipun, sepertinya tidak sehebat aku dalam membencinya. Bahkan dia pernah mengatakan bahwa aku jangan terlalu membencinya. “Mungkin dia benar, Ki. Bahwa keberhasilan itu merupakan sesuatu yang mustahil tanpa disiplin. Dan bentuk disiplin yang paling kecil salah satunya dengan mengenakan atribut sekolah,” begitu kata Shielverra ketika aku juga kena teguran Pak Boy entah untuk yang keberapa kalinya dalam semester ini. “Eh Ki, lagian kata Kahlil Gibran, kebencian yang berlebih dapat melahirkan cinta lho….” lanjutnya menggodaku. Aneh memang kenapa hanya aku? Sedangkan siswa lain begitu menghormatinya? Bahkan yang ku lihat mereka tidak takut tetapi malah segan. “Ada apa ini?” pikirku tak mengerti. “Dunia mungkin sudah terbalik dan orang-orang menjadi gila,” gumam kesalku lagi. “Apa karena aku sudah terlanjur membencinya?”

Entah mengapa aku selalu merasa tidak puas kalau melihat dia baik-baik saja. Mungkin karena dia terlalu sering memarahi ku sehingga kebencian ini terlanjur mendarah daging. Sebenarnya bukan memarahi, tapi yang lebih tepat mengingatkan. Karena kejadian itu terlalu sering, aku sudah tidak bisa lagi membedakan keduanya. Aku tidak lagi bisa membedakan antara perhatian dengan benci. Berbagai cara pernah aku lakukan untuk ngerjain dia. Mulai permen karet bekas kunyahan mulutku sendiri yang aku tempelkan di kursi guru sesaat dia hendak mengajar di kelasku, tutup pentil motor bututnya yang aku kantongi, sampai ban motornya pernah aku gembosi. Rasanya puas hatiku ketika melihat dia bercucur peluh ngedorong motornya ke tukang tambal ban. Aku menganggap itu bayaran yang cukup setimpal dengan malunya aku ketika diceramahi di depan kelas atau diusir dari kelas waktu itu. “Apakah aku ini memang pendendam?” tanyaku dalam hati di sebuah malam yang sepi ketika aku hendak tidur. Aku menarik nafas panjang lalu kehembuskan secara perlahan dengan lenguh yang nyaris aku sendiri tidak mendengarnya.

☺☺☺

Waktu terus berlalu, tak ada perubahan yang berarti pada semuanya, aku masih asyik mempertahankan dan menunjukkan ketidaksukaanku kepadanya. Begitu pula pada perkembangan hasil belajarku malah cenderung menurun dan terus menurun padahal Ujian Nasional kurang lebih enam bulan lagi. Takut ga lulus sih sudah pasti ada. Bagaimana dengan penampilanku? Atas desakan teman-temanku yang setiap hari tak bosan ngomong dan mengingatkan agar aku jangan terlalu ekstrim dalam berpenampilan dan jangan terlalu menunjukkan sikap benciku kepada Pak Boy, akhirnya aku terpaksa mencoba mengubah penampilanku secara perlahan. Ternyata yang paling berat aku rasakan adalah mengubah sikapku terhadapnya yang sudah terlanjur dingin dan beku laksana gunung es di kutub selatan. Aku gengsi jika tiba-tiba aku harus bersikap baik atau bermanis-manis kepadanya.

Kalau aku boleh jujur, sebenarnya perubahan penampilan dan sikapku bukanlah semata-mata karena desakan teman-temanku, bukan pula kulakukan dengan terpaksa, tapi lebih tepat karena aku merasa kasihan kepada Pak Boy jika kukenang segala akibat perbuatanku kepadanya. Pak Boy mungkin mendapatkan peringatan keras dari kepala sekolah karena pengaduan ibuku dalam kasus jablay yang belum tentu dia katakan kepadaku waktu itu. Bagaimana dia ditertawakan teman sekelasku ketika hendak menulis di papan tulis karena pantat celananya terkena permen karet. Aku masih bisa membayangkan bagaimana raut wajahnya memerah menahan malu ketika itu. Bagaimana dia bercucur peluh di terik matahari mendorong motornya ke tukang tambal ban karena ban motornya aku gembosin. Bahkan aku masih ingat betul ketika ia terjatuh ke selokan karena aku sengaja tidak memberinya jalan waktu berpapasan di jalan aspal kecil tidak jauh dari gerbang sekolahku. Waktu itu aku hendak pulang sekolah dan dia akan mengajar anak-anak kelas satu yang masuk siang. Aku puas melihat baju dan celananya kotor. Sepintas kulihat pula wajahnya yang ga jelek-jelek amat bercelemong lumpur got. Ia berusaha berdiri dan bersusah-payah mengambil sebuah bungkusan segi empat yang juga kulihat sedikit kotor lalu berusaha membersihkan lumpur itu dengan ujung jaketnya. Aku hanya membuka kaca dan memberi klakson. Tanpa mau tau bagaimana keadaannya, apalagi sampai ingat tentang kerusakan motornya, aku begitu saja berlalu dari tempat itu.

Aku kini benar-benar ingin menunjukkan rasa penyesalanku kepada Pak Boy melalui tindakan-tindakanku. Aku berharap dia tahu dan mengerti bahwa aku sangat menyesali segala perbuatan yang pernah ku lakukan terhadapnya pada waktu yang lalu walau tidak langsung ku katakan lewat mulutku. Tapi setelah sekian lama sepertinya perubahan penampilan dan sikapku tak mendapatkan respons seperti yang aku bayangkan. Sikapnya biasa-biasa saja malah berbicara dan bersikap pun terkesan seperlunya kepadaku. “Ya..Tuhan, mungkinkah dia begitu sakit hati kepadaku?” bisik hatiku lirih. Sementara aku tetap menunjukkan bahwa aku berubah walau terkadang kebiasaan burukku terutama dalam hal kelengkapan atribut, sesekali masih ku langgar. Yang lebih mengherankan aku sering merasa kesal jika dia berbicara atau berjalan dengan siswi lain. “Ada apa dengan mu, Kiki?” tanyaku tak mengerti sambil mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri. Mungkinkah benar apa yang dikatakan Shielverra tentang Kahlil Gibran itu? “Gak mungkin….gak mungkin!!” bantah ku sengit. “Tapi…..” sela Shieldverra waktu itu. “Ah…sudahlah aku gak ngerti.” Potongku cepat sambil buru-buru aku membalikkan badan meninggalkan Shieldverra yang tersenyum penuh arti.

Beberapa hari kemudian tibalah saatnya aku harus mengikuti rangkaian ujian semester ganjil. Saat itulah kembali rasa benci bercampur rasa frustasi terhadap Pak Boy kembali menggelora. Hari kedua, pelajaran Bahasa Indonesia, aku kembali dikeluarkan lagi-lagi oleh orang itu. “Ini aturan!” katanya tegas. Aku memang menyadari bahwa hari itu aku tidak mengenakan emblem dan lokasi sekolah. “Pak, saya jujur Pak, memang begitu kejadiannya.” paparku seraya berharap dia percaya pada semua alasan yang telah susah payah aku kemukakan. “Oiya?” tanyanya dengan nada mengejek kebenaran alasanku. “Tadinya saya sangat senang, saya pikir kamu sudah berubah tapi ternyata kamu masih seperti yang dulu.” sambungnya seraya mengantarkan aku ke luar kelas. Setelah aku di luar ditutupnya kembali pintu itu. Aku merasa sangat kesal mengapa dia sama-sekali tidak mempercayai semua alasanku. Mengapa dia sama sekali tidak menghargai usahaku untuk berubah selama ini. Mengapa dia tidak mengerti arti tatapanku kepadanya akhir-akhir ini, hingga masih tidak ada toleransi untukku. Aku sangat kesal..kesal sekali terutama ketika dia begitu sinis menanggapi alasan-alasan yang aku berikan tadi. Aku tak kuasa menahan tangis hingga kembali untuk yang kedua kalinya tangisku berderai. Kata seorang staf TU, kali ini tangisku jauh lebih keras, itu mungkin karena aku sangat menyesali diriku sendiri. Aku tak tahu harus bagaimana dan mengadu pada siapa sampai akhirnya kuputuskan untuk menelepon ibuku lewat telepon genggamku. Ketika kudengar suara ibu, entah mengapa aku malah tak bisa bicara, aku hanya bisa menangis lebih keras. Ibuku tentu saja tidak mengerti dan mengkhawatirkan aku. Setelah berusaha meredam tangisku aku hanya bisa berbicara di tengah isakku bahwa aku dikeluarkan lagi oleh Pak Boy.

“Kalau Anda tidak suka kepada anak saya, jangan begitu dong caranya!” bentak ibuku sambil menunjuk muka Pak Boy. “Bu..kejadiannya tidaklah seperti yang ibu bayangkan,” Pak Boy coba menenangkan. “Dua kali sudah Anda mengusir anak saya dari kelas. Apakah itu sebuah kebetulan?” desak ibuku dengan nada geram yang tidak bisa ditahan walau ku tahu dia sudah mencoba menahannya. “Tapi Bu…,” Pak Boy mencoba menjelaskan. “Tapi Apa?“ potong ibuku cepat, “Anda tidak tahu apa-apa tentang Kiki dan Anda bisa saya tuntut jika terjadi sesuatu pada anak saya!” lanjut ibuku disertai ancaman. “Sudahlah Bu, ini bukan kesalahannya,” aku mencoba masuk dalam pembicaraan panas itu. “Memang kejadiannya tidaklah seperti yang ibu bayangkan,” lanjutku kemudian sambil menarik lengan ibuku dan meninggalkan Pak Boy yang berdiri sendirian menjadi pusat perhatian seluruh siswa dan guru di sekolahku.

Aku tidak menyalahkan ibuku yang bersikap demikian. Mungkin karena ia terlalu khawatir mendengar aku menelepon sambil terisak dan pastilah ia mengira aku telah diperlakukan kasar karena kesalahan yang aku perbuat. Sebaliknya aku juga tak bisa membenarkan tindakan ibuku. Justru aku kembali menyalahkan diriku yang begitu bodoh membiarkan kejadian yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya terjadi begitu cepat, dan aku…. aku tak memiliki kesempatan untuk menjelaskan apa yang semestinya ku jelaskan kepada ibuku. Betapa malunya Pak Boy saat itu, bahkan mungkin juga ia sangat merasa menyesal telah mengeluarkan aku walau demi tegaknya disiplin sekolah jika harus menanggung malu seperti itu. “Bisa saja orang memberikan penilaian salah kepada Pak Boy, kalau melihat begitu marahnya ibuku kepada nya,” pikirku di tengah penyesalan. Permohonan maaf seperti apa yang harus ku sampaikan kepada Pak Boy. Aku tidak tahu. Banyak hal yang semestinya kujelaskan. Tapi… Blank…Sejak peristiwa itu aku menjadi pendiam.

Hampir seminggu ini aku tidak pernah melihat motor butut warna merah di pojok tempat parkir sekolahku. Itu artinya sudah seminggu ini Pak Boy tidak masuk. “Kemana saja dia? Apa yang terjadi pada nya? Mungkinkah karena aku?” berjubel pertanyaan terus menyesaki kepalaku. mmmPagi itu jantungku berdetak kencang karena pelajaran pertama adalah pelajaran Pak Boy. Aku tidak mengerti makna beribu detak jantung ini. Takut, rasa bersalah atau ….. “Ah…tidak mungkin,” bantahku dalam hati dengan sengit. Hatiku semakin keras berdetak tatkala pintu kelas ada yang mengetuk dan perlahan terbuka. “Assalamualikum!” terdengar suara seorang lelaki. “Wa’alaikum salam!” jawab teman sekelasku serempak. “Ketua kelas IPA-2 di panggil guru piket,” kata lelaki yang mengenakan putih abu-abu yang tepat berdiri di pintu kelas. Aku mearik nafas panjang bersamaan dengan bergegasnya ketua kelasku berdiri dari kursinya menuju meja piket di depan koridor bangunan sekolah yang menjadi satu-satunya akses keluar-masuk seluruh siswa. Ternyata lelaki tadi bukanlah Pak Boy tetapi Angga, ketua kelas IPA-1. “Ada tugas dari Pak Boy.” ketua kelasku setengah berteriak sambil memberikan sebuah buku yang salah satu halamannya dilipat kepada sekretaris kelasku. Lamunanku buyar… “Emang Pak Boy kemana?” tanyaku spontan. “Ehm…ehm..ehm..ehm..!” bergemuruh dari tiap sudut kelas disambut riuh rendah nada-nada mengoda, mengolok-olok, mengejek dan sejenisnya. Wajahku memerah dihias muka bengong sambil nengok kiri-kanan tanpa mampu memberikan perlawanan.

“Kemana katanya?” tanyaku tak sabar.”Kata seorang petugas TU, Pak Boy sedang ada urusan untuk beberapa hari ini ke Bandung,” jawab Shieldvera lemas sambil mengangkat kedua bahunya. “Oo…,” responsku seadanya setelah menyimak laporan Shieldverra yang sengaja aku tugasi menjadi detektif gadungan. “Ya udah mana nomor hand phone-nya?!” tanyaku dengan nada meminta sambil mengulurkan tangan kananku menyambut sepotong kertas asal sobek yang diberikan Shieldverra. “Yakin lo berani nelepon dia?” tanya Shieldverra dengan nada yang begitu meragukan keberanianku. “Kita liat aja nanti,” jawabku datar.

“Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau sedang berada di luar area, cobalah sesaat lagi!” jawab mesin otomatis operator sellular. “Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau sedang berada di luar area, cobalah sesaat lagi!” jawab mesin otomatis itu entah untuk yang kesekian kalinya. Entah mengapa beberapa hari ini pula kurasakan malas yang luar biasa ketika mau berangkat ke sekolah. Kejadian akhir-akhir ini ternyata tidak hanya berpengaruh terhadap semangat belajarku, tapi juga membuat aku merasa tak pernah lapar dan susah tidur. Kondisi ini membuat tubuhku ngedrop, cepat lelah, pusing, dan lain-lain.

Senin pagi… udara sangat sejuk, sinar matahari sangat lembut membalut bumi. Burung-burung asyik bercengkrama bermain embun disebuah pohon cemara di depan sebuah sekolah. Pagi itu tak seperti biasanya Pak boy masuk kelas terlambat sepuluh menit setelah bel masuk berdentang. Hari ini Pak Boy terlihat sangat sibuk. “Anak-anak, saya mohon maaf karena masuk terlambat!” itulah kalimat pertama yang diungkapkannya di depan kelas setelah kami selesai melakukan doa bersama untuk memulai belajar. Tanpa menunggu jawaban, ia kemudian berkata, “Siapa yang tidak hadir hari ini?” sambil memandang ke setiap sudut kelas. “Ronny Pak!” jawab salah seorang siswa setengah berteriak dari sudut belakang kelas sebelah kanan. “Kiki Pak!” jawab Shieldverra tanpa menunggu ditanya. “Kemana dia?” tanya Pak Boy enggak jelas. “Siapa Pak?” tanya Shieldverra. “Ronny apa Kiki?” tanya Shieldverra lagi. “Kiki dong, ah…!” celetuk seorang siswa dari deretan belakang yang disambut dengan ehm…ehm…suit…suit…. siswa lain. Pak Boy hanya tersenyum tipis, mukanya memerah, malu. “Ada apa dengan kalian ini?” dengan nada yang sangat dikontrol dan terkesan jaim. “Enggak ada apa-apa kok, Pak.” Jawab beberapa siswa agak kompak. “Ronny izin Pak sedangkan Kiki sakit” sekretaris kelas menjelaskan dan mencoba mengalihkan pembicaraan. Mungkin dia tau persis kalau urusan ngecengin orang, kelas IPA-2 jagonya. Sepertinya, Pak Boy merasa sangat tertolong dengan inisiatif sang sekretaris kelas itu. Dengan selamat sentosa, akhirnya Pak Boy bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik di kelas IPA-2.

☺☺☺

“Tujuh ciri orang jatuh cinta,” bisik ….. Matanya tertuju pada majalah bersampul merah. “Cari apa, Pak?” tanya penjual koran. “Boleh liat-liat dulu kan?” tanyanya sambil membolak-balik majalah itu. “Ya udah, saya ambil yang ini.” ucapnya lagi setelah sekian lama asyik sendiri. Rupanya ada sebuah judul tulisan yang sangat menarik laki-laki itu sampai-sampai ia terlihat tak sabar untuk segera membacanya walau sambil berjalan sekalipun. “1. Selalu teringat dia apapun aktivitas kamu.” bacanya perlahan. Lalu lelaki itu tersenyum sendiri. “2. Selalu khawatir jika si dia tidak di samping kamu.” bacanya kemudian. Ia terdiam lalu kembali tersenyum sendiri. “3. Selalu dek-dekan bila si dia ada deket kamu.” bacanya lagi. “ Kiki, obatnya sudah diminum belum?” tanya seorang wanita yang tak lain ibuku. Lamunanku yang tadi hanyut bersama kisah sebuah sinetron berjudul Intan yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta pun, langsung buyar. “Sudah mah.” jawabku agak gugup. “Ya sudah… sekarang istirahat ya!” bisik ibuku lembut diiringi sebuah kecupan hangat mendarat di keningku. “Makasih, mama.” ucapku tulus. Setelah itu, aku mencoba meneruskan kembali lamunanku yang tadi buyar. Tapi betapapun aku berusaha, tetap saja sia-sia. Aku tak bis kembali pada keindahan maya tadi. Sementara aku merasakan suhu badanku tambah tinggi walau tadi sudah minum obat.

Aku sangat kaget ketika aku terjaga berada di tempat yang tidak aku kenal. Gorden hijau, tembok bercat putih, tidak ada lemari boneka di sudut kamar itu. “Ini bukan kamarku,” bisikku dalam hati. “Kiki, syukurlah kamu sudah sadar, sayang.” Ucap seorang perempuan yang tidak lain adalah ibuku dengan senyum yang teramat bahagia di atas gurat wajah penuh kecemasan. “Kiki dimana mah?” tanyaku dengan suara parau. “Kiki sekarang di rumah sakit, sayang. Semalam badan kamu panas, menggigil,” jawab mamaku lembut sekali. “Mama khawatair sekali, sayang” sambungnya lagi sambil berulang kali mengusap-usap pipiku.

Menjelang siang perwakilan teman-teman sekelasku dengan dikomandani Shieldvera datang menjengukku. Biasalah, suasana pasti agak heboh. “Ki, enak banget lo di sini” ungkap Hamdani. Dia siswa paling ngocol di kelasku. “Enak apanya di sini?” tanyaku sambil tersenyum. “Di sini dingin…suejuuuk!” jawabnya cuek sambil memejamkan mata dan menarik nafas panjang. “Kalo gitu, lo yang sakit gantiin gua deh,” pintaku seratus persen bercanda. Kontan suasana jadi penuh canda dan tawa. Aku begitu terhibur berkat kedatangan mereka. “Ver, kamu jangan pulang dulu ya! Temenin Kiki dulu, Tante mau pulang dulu sebentar. Sepertinya Tante harus mandi dulu.” Pinta mamaku kepada Shieldverra. “Sip, Tante. Beres!” jawab Shieldverra ringan. Mamaku menutup pintu kamar dan turun ke lantai bawah menuju tempat parkir rumah sakit bersama teman-temanku yang tadi sekalian meminta izin pulang .

“Dia juga tadi nayain lo, Ki.” Shieldverra mengakhiri ceritanya tentang perkembangan terkini di seputar sekolah dan tentu saja tentang kabar Pak Boy selama aku tidak masuk sekolah.. “Dia nanyain gue, Ver?” desak ku sumringah Aku merasa inilah sebenarnya cerita yang sesungguhnya. “Iya!” jawabnya menegaskan. “Waktu di kelas?” kejarku lagi. “Bukan hanya di kelas, Ki. Gue tadi dipanggil khusus oleh Pak Boy” jawabnya bersemangat. “Oya? Dia nanya apa aja?” selidikku tak sabar. “Dia bukan nanya tapi juga curhat ma gue, Ki. Ternyata Pak Boy itu sebenarnya baik dan lembut banget” Shieldverra akhirnya memulai cerita episode spesial itu kepadaku. Cerita tentang sikap Pak Boy yang tegas, tentang sikap galaknya, tentang sikap cueknya kepadaku, dan tentang perasaannya kepadaku. Tak terasa air mataku menetes, menghangati pipiku. “Aku tambah merasa bersalah, Ver..” keluhku di sela isak yang tak kuasa ku tahan. Shieldverra memelukku penuh kasih dan kurasakan ada titik hangat yang menetes dipundakku bagian belakang. “Ini air mata seorang sahabat, Ki.” Ucapnya lirih. “Gue tau perasaan lo” sambungnya. Aku menggigit bibir tanda hati ini sangat teriris. Betapa aku sangat menyesali segala sikap dan perbuatanku terhadapnya.

Kami terkesiap ketika terdengar bunyi derap sepatu di luar kamar tempat aku dirawat. Cepat ku hapus air mata penyesalan itu walau hatiku tak akan secepat itu mengering. “Assalamualaikum!” terdengar suara yang datang memberi salam sambil mendorong pintu. “Wa’alaikum salam” jawab ku dan Shieldverra hampir bersamaan. “Mama… !” sapaku terbata. “Kok lama sih Ma?” tanyaku kemudian. “Iya Ki, soalnya tadi ada tamu dulu,” jawab mamaku sambil meletakkan beberapa bungkusan plastik di atas meja di sudut kamar. “Tamu siapa Ma?” tanyaku datar. “Pak Boy, Ki.” Jawab ibuku sambil meletakan beberapa buah apel dan anggur ke atas piring ceper. Kontan aku tak bisa bernafas seakan ada sesuatu yang mencekik dan menyumbat leherku. “Apa?” tanyaku tak percaya campur heran. “Iya, Pak Boy tadi ke rumah. Ia minta maaf atas kejadian-kejadian tempo hari. Ia juga banyak bercerita kepada Mama. Makanya Mama agak lama balik lagi ke sini,” Papar Mamaku. “Mama juga akhirnya banyak juga bercerita tentang kamu.” Lanjutnya. Lalu Mama menceritakan semuanya dengan sangat teliti kepadaku. Ku hapus air mataku yang sedari tadi terus berderai. “Dia minta maaf sama kamu dan dia minta kamu mendoakan dia, semoga di tempat yang baru ia dapat menjalankan kewajibannya dengan lebih baik.” Mamaku mengakhiri ceritanya. Untuk kedua kalinya sesuatu yang tadi sempat kutahan akhirnya tak lagi terbendung, bahkan kali ini kubiarkan saja semuanya terekspresikan, biar sedikit lega dada ini. “Ki, kenapa anakku?” tanya Mama tidak mengerti. “Kiki terlalu banyak melakukan kesalahan, Ma…. Kiki juga terlalu sering membuat dia menderita,” jawabku sambil memeluk Mama dengan sangat erat. Kuceritakan semua yang telah kulakukan kepada Pak Boy. “Mintalah maaf, nak! Kamu tidak boleh seperti itu!” pinta ibuku sambil menghapus air mata yang juga membasahi pipinya. Lalu perlahan Mama melepaskan pelukanku. Ia melangkah mengambil sebuah bungkusan lalu mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus kertas kado yang salah satu sisinya terlihat kotor. “Oh..Tuhan..Aku pernah melihat bungkusan itu. Bukankah itu bungkusan yang tempo hari dibawa jatuh oleh Pak Boy ke dalam selokan dekat sekolahku ketika aku dengan sengaja membuat dia masuk got tempo hari?” kenangku. Hati ini begitu nelangsa tatkala ku ingat bagaimana dia berusaha membersihkan kotoran pada bungkusan berbentuk kotak yang ada di tangan mamaku kini dengan ujung jaketnya. Sebuah boneka Winnie The Pooh, tokoh kartun lucu kesukaanku. Ternyata….. dia sangat memperhatikan aku. Betapa aku merasa sangat bersalah sampai hari ini.

☺☺☺

…Pak, Aku sangat merindukanmu. Berilah aku kesempatan untuk sekedar mengucapkan permohonan maaf. Aku mencintaimu….. Gerimis, medio November 2000. Begitu akhir tulisanku di atas buku diary malam itu. Ku rebahkan tubuhku di atas kasur, khayalku terbang bersama peri-peri cinta ke swarga loka.

Oo… Aku hanya ingin kau tahu

Besarnya cintaku, tingginya khayalku bersamamu

Tuk lalui waktu yang tersisa kini

Disetiap hariku, disisa akhir nafas hidupku…

Aku terperanjat. “Diakah itu?” tanya ku dalam hati seakan tak percaya. Memang sengaja aku setting lagu Republik sebagai nada dering nomor telepon genggamnya. Dengan gemetar aku angkat telepon ku. “Hallo..!” suaraku bergetar menahan sesuatu yang aku sendiri tak tahu.

PENGELOLAAN SEKOLAH QUANTUM LEARNING

PENGELOLAAN SEKOLAH PENYELENGGARA

QUANTUM LEARNING YANG EFEKTIF

A. Pengertian dan Pengelolaan Sekolah Efefktif

1. Pengertian dan Pengelolaan Sekolah Efefktif

Kata pengelolaan memiliki makna yang kurang lebih sama dengan makna manajemen, yakni pengurusan, pengaturan, atau pemanfaatan. Oleh karena itu, Kustila mengatakan bahwa manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan, dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien.[1]

Pengelolaan sekolah dipandang sebagai usaha pimpinan sekolah dalam memanfaatkan seluruh sumberdaya sekolah untuk mencapai tujuan yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik; mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kunci utama keberhasilan peningkatan mutu sekolah adalah pengelolaan sekolah. Oleh karena itu, sesuai dengan bahasan dalam penelitian ini, penulis akan menguraikan lebih lanjut mengenai pengelolaan sekolah efektif, sebagai berikut.

Dalam manejemen mutu, pengelola sekolah harus mampu mengantisipasi berbagai perubahan karena mutu pendidikan bersifat dinamis, berdimensi waktu dan tempat. Setiap pengelola sekolah harus mampu secara optimal menerapkan mutu ke dalam berbagai fungsi manajemen antara lain perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.[2] Dalam waktu dan tempat yang berbeda pengelola harus dapat menerapkan fungsi manajemen yang dimaksud meskipun jumlah sasaran dan volume kerja sangat berbeda antarsekolah. Dengan demikian diharapkan manajemen mutu dilakukan secara berkelanjutan dan merupakan siklus tahunan yang berangkat dari target yang telah ditetapkan pada awal tahun ajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang hasilnya menjadi masukan bagi target (sasaran) mutu untuk tahun berikutnya.

Sekolah sebagai tempat belajar memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pengalaman belajar yang bermutu bagi peserta didiknya. Hal ini merupakan misi atau tugas pokok sekolah, yang sepatutnya menjadi dasar bagi analisis kinerja sekolah yang efektif. Karena sekolah merupakan lembaga pendidikan formal, maka pengertian sekolah efektif sama dengan pendidikan efektif. Manajemen sekolah merupakan faktor penentu tercapainya pendidikan efektif.

Makna efektif menunjukkan kondisi sesuatu setelah terkena perlakuan atau menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Oleh karena itu, sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki sistem pengelolaan yang baik, transparan dan akuntabel, serta mampu memberdayakan setiap komponen penting sekolah, baik secara internal maupun eksternal, dalam rangka pencapaian visi-misi-tujuan sekolah secara efektif dan efesien.[3] Bagi sekolah yang efektif, kinerja masing-masing faktor, yang tidak lain adalah komponen sekolah, secara terus-menerus dipantau, baik oleh pelaku yang aktif di dalam sekolah, yaitu kepala sekolah, guru dan staf administrasi, maupun pihak luar khususnya orang tua yang telah mempercayakan anak-anak mereka kepada sekolah. Sehingga pengeolaan sekolah efektif dapat diartikan sebagai proses mengelola sekolah melalui sistem yang baik agar mencapai taraf mampu dalam mencapai tujuan secara optimal. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudarwan menyatakan bahwa sekolah efektif adalah sekolah yang bekerja sama atau ber-partner dengan masyarakat dan pihak lain untuk mendukung siswa dan keluarganya.[4] Dalam bagian lain dikatakan pula bahwa sekolah efektif adalah sekolah yang mendorong aktivitas, pemahaman multibudaya, kesetaraan gender, dan mengembangkan secara tepat pembelajaran menurut standar potensi yang dimiliki oleh para pelajar.[5]

Dari pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sekolah yang efektif adalah sekolah yang sudah berada dalam suatu taraf mampu mencapai tujuan secara optimal melalui sistem pengelolaan yang lebih baik dalam memberdayakan setiap komponen penting sekolah sehingga menghasilkan lulusan atau siswa yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah menjadi sekolah efektif, semua unsur yang terkait dengan kinerja sekolah harus bersinergi untuk mewujudkan pencapaian tujuan. Sekolah tidak lagi selalu menunggu perintah tetapi bersifat proaktif menentukan sendiri “nasib” yang dikehendaki.

2. Pengelolaan Sekolah yang Efektif

Manajemen atau pengelolaan sekolah adalah proses koordinasi yang terus menerus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi untuk menggunakan seluruh sumber daya dalam upaya memenuhi tugas organisasi yang dilakukan dengan efisien untuk mencapai peforma terbaik dari sekolah. Keefektifan pengelolaan sekolah dinilai dari bagaimana sekolah tersebut mampu mempergunakan sumber daya sekolah dalam rangka pencapaian tujuan.

Pengelolaan sekolah yang efektif memiliki karakteristik-­karakteristik kunci sebagai berikut : (1) kepemimpinan profesional, (2) visi dan tujuan bersama, (3) suatu lingkungan pembelajaran, (4) konsentrasi pada belajar dan mengajar, (5) harapan tinggi, (6) dorongan yang positif, (7) memonitor kemajuan, (8) hak dan kewajiban murid, (9) pengajaran bertujuan, (10) suatu organisasi pembelajaran, dan (11) kemitraan sekolah - rumah.[6] Sejalan dengan hal tersebut, Siradjuddin mengatakan bahwa beberpa ciri penglolaan sekolah efektif antara lain: (a) adanya standar harapan yang tinggi; (b) menciptakan keamanan dan keteraturan lingkungan belajar; (c) Merumuskan tujuan yang jelas (Visi dan Misi) yang dijabarkan ke dalam program tahunan (RAPBS) sehingga fokus pencapaiannya jelas; (d) Kepemimpian yang kuat dan dinamis; (e) Memonitor kemajuan siswa secara terus menerus, dan (f) Pengembangan guru dan staf dalam kaitan itu pengmbangan mutu guru dan staf di samping melalui pelatihan antara penataran, juga di upayakan dengan kunjungan studi banding, lokakarya, maupun seminar.[7]

Sedangkan menurut Udin Syamsudin Sa'ud, sekolah efektif mempunyai ciri-­ciri : (1) Sekolah memiliki visi, misi dan target mutu yang harus dicapai sesuai dengan standar yang ditetapkan secara lokal maupun global; (2) Sekolah memiliki mutu output pendidikan (akademik maupun nonakademik) yang selalu meningkat setiap tahun; (3) Lingkungan sekolah yang aman, tertib dan menyenangkan anak; (4) Seluruh personil sekolah (Kepala Sekolah, guru, staf, nonguru, siswa) memiliki visi, misi, dan harapan yang tinggi untuk berprestasi secara optimal; (5) Sekolah memiliki dan melaksanakan program­-program pengembangan staf yang kontinyu sesuai dengan perkembangan iptek; (6) Sekolah memiliki sistim evaluasi yang kontinyu dan komprehensif terhadap berbagai aspek akademik dan non akademik bagi kepentingan peningkatan mutu sekolah dan mutu belajar siswa; (7) Sekolah memiliki dukungan dan partisipasi yang intensif dari masyarakat dan orang tua siswa.[8]

Pendapat lain dikemukakan oleh Rahman bahwa ciri-ciri sekolah efektif adalah sebagai berikut: (1) tujuan sekolah dinyatakan secara jelas dan spesifik, (2) pelaksanaan kepemimpinan yang kuat, (3) ekspektasi guru dan staf tinggi, (4) ada kemitraan antarsekolah, (5) adanya iklim positif dan kondusif bagi siswa untuk belajar, (6) kemajuan siswa sering dimonitor, (7) menekankan pada keberhasilan siswa, dan (8) memiliki komitmen tinggi SDM sekolah terhadap program pendidikan.[9]

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator pengelolaan sekolah yang efektif agar sekolah dapat menunjukan tingkat kinerjanya, meliputi : (1) layanan belajar bagi siswa, (2) pengelolaan dan layanan siswa, (3) sarana dan prasarana, (4) program dan pembiayaan, (5) partisipasi masyarakat, dan (6) budaya sekolah.

Sehubungan dengan kedudukan pengelolaan yang sangat penting maka komponen pengelolaan dalam mendudukkan dengan komonen-komponen lain dirinci menjadi tiga bagian penting sehingga semua kompnen dan indikator sekolah efektif terjabarkan sebagi berikut.[10]

1. Komponen Pengembangan Sekolah ( school develompent )

a. Rencana pengembangan sekolah yang sedang berlaku

b. Proses perencanaan

c. Pernyataan visi dan misi oleh kepala sekolah

d. Manajemen sekolah dan pelaksanaanya

2. Komponen Kepemimpinan ( leadership )

a. Keterampilan profesional

b. Keterampilan interpersonal

c. Keterampilan kepemimpinan

3. Komponen Komunikasi dan Pengambilan Keputusan ( communication and decision making )

a. Komunikasi : struktur dan proses

b. Pengambilan keputusan : struktur dan proses

4. Komponen Manajemen Personil ( personnel management )

a. Kebijakan personil dan praktik pelaksanaannya

b. Perencanaan, pengembangan dan peningkatan mutu personil

c. Kesehatan lingkungan kerja

5. Komponen manajemen kesiswaan (student focused program and management)

a. Moral peserta didik

b. Kesejahteraan siswa

c. Penilaian, pencapaian dan pengenalan siswa

d. Kemampuan terpendam dan penampilannya

6. Komponen kurikulum (curriculum management)

a. Relevansi bahan/materi pembelajaran

b. Pengelolaan sumber bahan

c. Pengelolaan proses pembelajaran

d. Proses penilikan dan pengumpulan balikan

e. Program remediasi dan pengayaan

7. Komponen sumber (resource mangement)

a. Manajemen biaya

b. Tanah, sarana dan peralatan

c. Sumber dari luar sekolah

8. Komponen orag tua dan masyarakat (parents and community)

a. Keterlibatan dan partisipasi

b. Pasangan (mitra bestari) dalam pembelajaran

9. Komponen evaluasi dan penilkan ulang (evaluation and review)

a. Penilikan sekolah secara menyeluruh

b. Evaluasi program/evaluasi kurikulum

c. Penilaian tergadap siwa

d. Staf pengawas dan pihak pendukung

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sekolah efektif adalah kemampuan sekolah dalam mengkoordinasikan berbagai komponen dan segenap sumber daya sekolah secara efektif dan mencapai tujuan sekolah secara optimal melelui proses perencanaan, pengorganisasian, penegarahan, dan pengwasan terhadap peneyelenggaraan pembelajaran di sekolah sehingga menghasilkan lulusan atau siswa yang berkualitas. Selain itu dapat disimpulkan pula bahwa indikator pengelolaan sekolah yang efektif agar sekolah dapat menunjukan tingkat kinerjanya, meliputi : (1) layanan belajar bagi siswa, (2) pengelolaan dan layanan siswa, (3) sarana dan prasarana, (4) program dan pembiayaan, (5) partisipasi masyarakat, dan (6) budaya sekolah.

Mengenai perencanaan, pengorganisasian, penegarahan, dan pengawasan terhadap peneyelenggaraan sekolah yang efektif, penulis uraikan di bawah ini.

a. Perencanaan dalam Mewujudkan Sekolah Efektif

Sebelum kegiatan perencanaan dimulai selalu diawali dengan praperencanaan. Berbagai ahli juga memandang penting praperecanan sebelum perencanaan kegiatan dirumuskan. Praperencanaan berawal dari prolog dengan mengetengahkan keitan seperti analisis pihak berkepentingan, perumusan visi dan tujuan, perumusan bidang hasil pokok. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis posisi pendidikan yang harus dilihat faktor eksternal dan faktor internalnya. Dari analisis ini dilihat pula kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman.[11]

Aspek yang terpenting dalam praperencanaan antara lain visi, misi, dan tujuan. Visi merupkan daya pandangan yang jauh mendalam dan luas yang merupakan daya pikir yang abstrak yang memilki kekuatan amat dashyat dan dapat menerobos segala – batas fisik, waktu dan tempat. Karena visi itu merupakan kunci energi manusia, kunci atribut pemimpin dan pembuat kebijakan.[12] Visi merupakan gambaran nalar seseorang manager organisasi tentang masa depan yang perlu diwujudkan oleh organisasi, area baru bagi kiprah organisasi atau wujud baru bagi organisasi mereka.[13]

Visi ini berperan guna menggugah semangat juang para anggota organisasi, dan akan menunjuk acuan dasar bagi arah perkembangan organisasi. Visi merupakan suatu citra tentang masa depan yang diinginkan. Visi yang sangat nyata tidak abstrak dan akan menunjukan kepada semua anggota orgnisasi mengenai arah kemana organisasi akan pergi pada masa yang akan datang. Karena itu visi akan membantu organisasi dalam menentukan misi dan tujuannya.

Untuk semua anggota organisasi, visi itu akan menjadi tanggung jawab mereka untuk mewujudkannya, serta akan tertanam pula kesadaran pada diri semua orang untuk berpikir dan beprilaku sesuai dengan visi yang telah digariskan.. Visi selain penting bagi organisasi yang bersangkutan juga penting bagi masyarakat agar memilki citra yang baik mengenai organisasi yang bersagkutan sebagai pemberi jasa atau produk bagi mereka.

Antara visi dan misi selalu merupakan sistem yang berhubungan satu sama lainnya. Misi merupakan suatu bentuk penyataan umum tapi bersifat lestari oleh menejemen puncak yang mengandung niat organisasi yang bersangkutan. Misi hendaknya dinyatakan secara implisit yang memerlukan waktu, kejernihan cara berpikir dilakukan oleh tuntutan dalam organisasi.[14] Misi berarrti purpose atau maksud sebagai alasan mengapa suatu orgnisasi harus dibentuk, menunjuk pula mengapa kerjasama harus dilakukan.[15]

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa visi adalah pandangan ke depan atau cita – cita realistik yang akan dicapai oleh organisasi tertentu yang akan menjadi acuan dasar dalam menentukan misi dan tujuan organisasi. Sedangkan misi adalah bentuk nyata berupa pernyataan – pernyataan umum yang keberadaanya menjadi tuntutan dalam rangka pencapaian visi organisasi.

Setelah merumuskan visi dan misi dalam praperencanaan selanjutnya barulah dirumuskan perencanaan. Dari berbagai fungsi manajemen kegiatan perencanaan merupakan kegiatan yang sangat penting sebelum melakukan langkah selanjutnya yaitu pengarahan dan pengawasan. Perencanaan merupakan penentuan suatu tindakan sebelum tindakan itu dilakaukan.

Menurut Fattah perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan seefesiaen dan seefektif mungkin.[16]. Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan, yaitu : (1) perumusan tujuan yang ingin dicapai, (2) pemilihan program untuk mencapai tujuan itu, dan (3) identifikasi dan pengarahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.[17]

Definisi lain tentang perencanaan adalah proses yang mencakup mendefiisikan sasaran organsasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran itu dan menyusun serangkaian rencana yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pekerjaan organisasi.[18] Perencanaan menghasilkan usaha yang terkoordinasi yang memberi arah kepada pengambil keputusan sehinggga dapat mengurangi dampak negatif yan dapat ditimbulkan dan dapat dijadikan standar dalam pengendalian. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keuputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.[19].

Jadi perencanaan adalah serangkaian kegiatan pembuatan kebijakan untuk mengendalikan masa depan. Dengan adanya perencanaan, para pengambil keputusan dapat mengurangi ketidakpastian masa depan, mengantisipasi perubahan, mempertimbangkan dampak perubahan, dan menyusun perubahan yang tepat.

Proses dan tahap perencanaan [20] adalah sebagai berikut:

a. Need assessment ; kajian terhadap kebutuhan yang mencakup berbagai aspek pembangunan pendidikan yang telah dilaksanakan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dan menganalisis sumber-sumber yan telah dan perlu disediakan serta harapan yang dicita- citakan masyarakat.

b. Formulation of Goals an Objective; perumusan tujuan dan sasaran perencanan yang merupakan arah perencanaan serta merupakan penjabaran operasional dari aspirasi filosofis masyarakat.

c. Policy and Priority Setting; penentuan dan penggarisan kebijakan dan prioritas dalam perencanaan pendidikan.

d. Program and Project Formulation; rumusan program dan proyek kegiatan yang merupakan komponen operasional perencanaan pendidikan.

e. Feasibility Testing; dengan melalui alokasi sumber-sumber yang tersedia dalam hal ini terutama sumber dana. Biaya suatu rencana yang disusun secara logis dan akurat serta cermat merupakan petunjuk tingkat kelayakan rencana.

f. Plan Implementation; pelaksanaan rencana untuk mewujudkan rencana yang tertulis ke dalam pembuatan atau action.

g. Evaluation and Revision for Future Plan; kegiatan untuk menilai tingkat keberhasilan pelakasanaan rencana yang merupakan feedbeck untuk merevisi dan mengadakan penyesuaian rencana untuk priode rencana berikutnya

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan dua hal, pertama bahwa perencanaan pendidikan merupakan hal yang sangat penting sebab dapat memberikan kejelasan arah dalam usaha proses penyelenggaraan pendidikan sehingga pendidikan akan dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien . Kedua, perencanaan merupakan rangkaian tindakan untuk kedepan yang bertujuan untuk mencapai seperangkat operasi yang konsisten dan terkoordinasi guna memperoleh hasil – hasil yang diinginkan.

b. Pengorganisasian dalam Upaya Mewujudkan Sekolah Efektif

Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional misalnya, sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintah. Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga tujuan organisasi ini dapat tercapai secara efektif.

Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.

Proses pengorganisasian, meliputi lima tahap berikut (1) pemerincian pekerjaan, (2) pembagian kerja, (3) penyatuan pekerjaan, (4) koordinasi pekerjaan, dan tahap (5) monitoring dan reorganisasi. Karena pengorganisasian merupakan suatu proses berkelanjutan, maka diperlukan penilaian ulang terhadap keempat langkah sebelumnya secara terprogram atau berkala, untuk menjamin konsistensi, keeefektifan, dan efsiensi dalam memenuhi kebutuhan. [21]

Berdasarkan uraian-urain di atas dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian sangat menentukan keberhasilan pencapaian suatu program. Melaui pengorganisasian yang efektif, proses pencapaian tujuan akan semakin efektif karna setiap personal ditempatkan pada posisi yang tepat sesuai dengan keahliannya, setiap komponen dalam sistem memiliki kejelasan tugas dan pekerjaan sehingga tidak akan terjadi overlaping pekerjaan. Selain itu, dengan pengorganisasian yang baik alur tugas dan koordinasi setiap personal dalam sistem akan tergambar dengan jelas. Melalui pengorganisasian yang baik, akan diperoleh feed back yang baik pula mengenai konsistensi, keefektifan, dan efesiensi organisasi dalam rangka pencapaian tujuan, sehingga sangat memungkinkan segera dilakukannya reorganisasi jika ada komponen organisasi atau personal yang tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.

c. Pengawasan Dalam Upaya Mewujudkan Sekolah Efektif

Pasa dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan suatu kesatuan tindakan, walaupun hal ini yang terjadi. Oleh karena itu, pengawasaan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil tercapai. Pangawasan adalah kegiatan mengukur tingkat keefektifan kerja personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan. Untuk itu diperlukan kegiatan pengamatan baik langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai aspek atau kegiatan dalam proses pencapaian tujuan.[22]

Pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensil tetap diperlukan bagai manapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Proses dasar pegawasan terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) menetapkan standar pelaksanaan, (2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, dan (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.[23] Makna yang terpenting dari pengawasan itu adalah memberikan arahan dan penilaian terhadap pekerjaan. Artinya menilai tingkat keefektifan pekerjaan dan efisiensi pemakaian sumber daya organisasi tertentu yang dilakukan setiap personal.

Hal yang terpenting dalam melaksanakan pengawasan adalah; (1) Kejelasan rencana pengawasan; (2) Target waktu yang menentukan batas penyalesaian suatu tugas; (3) Dukungan dana; (4) Dukungan sarana dan prasarana kerja; (5) Sifat dan bentuk penyelia dari atasan langsung; (6) Standar mutu hasil pekerjaan; dan (7) Tingkat toleransi terhadap deviasi yang masih dapat diterima.[24]

Untuk mewujudkan pengawasan yang efektif itu diperlukan kemampuan profesional petugas di lapangan. Aplikasi fungsi pengawasan harus dibarengi dengan keefektifan pelaksanaan fungsi menejemen lainnya. Tekanan fungsi pengawasan adalah pada jaminan pencegahan yang diperlukan untuk meredam berbagai kemungkinan terjadinya deviasi yang dapat diambil sebagai tindak penyelamatan sendini mungkin.

Berdasarkan uraian diatas maka jelas bahwa dengan pengawasan akan lebih menjamin tindakan-tindakan pencegahan terjadinya kesenjangan. Demikian juga pengawasan bermanfaat sebagai instrumen utama untuk menentukan bentuk imbalan dan penghargaan bagi mereka yang menampilkan prilaku positif dan kinerja yang memuaskan. Pengawasan yang efektif dapat diartikan sebagai langkah-langkah pengawasan yang tepat dan dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi. Bahan evaluasi tersebut antara lain pemeriksaan, pengecekan, dan pengumpulan informasi-informasi untuk diolah dan diinterprestasikan berdasarkan perbandingan dengan mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai sebagai standar keberhasilan.

B. Quantum Learning

1. Pengertian Quantum Learning

Quantum Learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan.[25] Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas.

Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning berasal dari upaya Dr. Goergi Lazanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai suggestology atau suggestopedia.[26] Istilah lain yang hampir dapat dipertukarkan dengan suggestology adalah ”pemercepatan belajar” (accelerated learning). Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai sebuah proses yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dalam suasana yang menyenangkan.[27] Pemercepatan belajar dapat dilakukan dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif penyajian, dan keterlibatan aktif.[28]

Selanjutnya DePorter mengatakan bahwa dalam pembelajaran Quantum Learning ada 4 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri–ciri tersebut adalah: (1) Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui; (2) Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan; (3) Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri; (4) Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan.[29] Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan

Adapun teori dan strategi belajar yang membentuk Quantum Learning atau pembelajaran kuantum antara lain: (a) teori otak kiri dan kanan, (b) teori otak triune, (c) modalitas belajar, (d) teori kecerdasan ganda, (e) pendidikan holistik, (f) belajar berdasarkan pengalaman, (g) belajar dengan simbol, dan (h) belajar melalui simulasi atau permainan. Meskipun Quantum Learning berakar pada berbagai teori dan metode belajar, namun menurut Bobbi DePorter akar utamanya adalah suggestology atau sugestopedia, pemercepatan belajar (Acclerated Learning), dan NLP (Neuro Linguistik Program).[30]

Prinsip dasar sugestologi dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apapun memberikan sugesti positif atau negatif. Sedangkan pemercepatan belajar dapat diartikan bahwa siswa dapat belajar dengan kecepatan yang mengesankan dengan upaya yang normal dan dibarengi kegembiraan. Adapun Neuro Linguistic Program (NLP) adalah pendekatan mengenai bagaimana merangsang fungsi otak secara efektif dengan menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan yang positif.[31] Dengan demikian hasil belajar yang dicapai siswa akan baik jika lingkungan, proses, dan sumber-sumber belajar memberikan sugesti positif pada siswa, demikian pula sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Quantum Learning merupakan seperangkat metode atau falsafah pembelajaran yang didasarkan pada berbagai teori dan strategi belajar yang dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat dalam suasana yang menyenangkan sehingga siswa menjadi responsif dan bergairah dalam belajar. Selain itu, agar terjadi belajar kuantum, ciptakanlah lingkungan belajar yang terbaik bagi siswa sehingga dapat menumbuhkan pikiran dan sikap positif.

2. Prinsip Dasar Quantum Learning

Quantum Learning merupakan metode pembelajaran yang menggunakan metodologi berdasarkan teori-teori pendidikan seperti: Accelerated Learning (Lazanov), Multiple Intelligences (Gardner), Neuro Linguistic Program atau NLP (Grinder & Bandler) Experiental Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson & Johnson), Element of Effective Instruction (Hunter) menjadi sebuah paket multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan cara bekerja otak yang mampu meningkatkan kemampuan dan kecepatan belajar.

Adapun mengenai prinsip dasar pembelajaran dan penyelenggaraan Quantum Learning, penulis uraikan sebagai berikut. Prinsip dapat berarti (1) aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau dikenal, dan (2) sebuah hukum, aksioma, atau doktrin. Pembelajaran kuantum juga dibangun di atas aturan aksi, hukum, aksioma, dan atau dokrin fundamental mengenai pembelajaran dan pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga macam prinsip utama yang membangun sosok pembelajaran kuantum.[32] Ketiga prinsip utama yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Prinsip utama pembelajaran kuntum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (siswa) ke dalam Dunia Kita (guru) dan Antarkan Dunia Kita (guru) ke dalam Dunia Mereka (siswa). Setiap bentuk interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode pembelajaran harus dibangun di atas prinsip utama tersebut. Prinsip tersebut menuntut guru untuk memasuki dunia siswa sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan guru untuk membangun jembatan otentik memasuki kehidupan siswa. Untuk itu, guru dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa sebagai titik tolaknya. Dengan jalan ini guru akan mudah dalam memimpin, mendampingi, dan memudahkan siswa menuju kesadaran dan ilmu yang lebih luas. Jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka baik siswa maupun guru akan memperoleh pemahaman baru.

2) Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni. Selain memiliki lagu dan partitur, pemain simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar chord ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar pembelajaran kuantum. Adapun prinsip-prinsip dasar kuantum adalah sebagai berikut:

a. Ketahuilah bahwa Segalanya Berbicara

Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai dari lingkungan pembelajaran, bahasa tubuh guru, sikap guru, penataan ruang, sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.

b. Ketahuilah bahwa Segalanya Bertujuan

Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang tidak bertujuan. Baik siswa maupun guru harus menyadari bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus bertujuan.

c. Sadarilah bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan

Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama dari sesuatu yang mereka pelajari. Dikatakan demikian, karena otak manusia berkembang pesat dengan adanya stimulan yang kompleks, yang selanjutnya akan menggerakkan rasa ingin tahu.

d. Akuilah Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran

Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar karena pembelajaran berarti melangkah keluar dari kenyamanan dan kemapanan, di samping berarti membongkar pengetahuan sebelumnya. Pada waktu siswa melangkah keluar, mereka harus mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan sekalipun mereka berbuat kesalahan, perlu diberi pengakuan atas usaha yang telah mereka lakukan.

e. Sadarilah bahwa Sesuatu yang Layak Dipelajari Layak Pula Dirayakan

Segala sesuatu yang layak dipelajari oleh siswa sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya. Perayaan atas apa yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan dapat meningkatkan asosiasi emosi positif dalam pembelajaran.

3) Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak pada terbentuknya keunggulan. Dengan kata lain, pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukkan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung pembelajaran kuantum.

Prinsip paling dasar Quantum Learning adalah bahwa kekuatan pikiran sesorang “tidak terbatas”. [33] Quantum Learning berupaya memaksimalkan penggunaan otak manusia dengan cara menyeimbangkan kemampuan masing-masing komponen dan bagian otak melalui berbagai aktivitas belajar.

Otak mempunyai tiga bagian dasar: batang otak, sistem limbik, dan neokorteks.[34] Masing-masing berkembang pada waktu yang berbeda dan masing-masing bagian memiliki struktur saraf tertentu. Batang otak berfungsi mengontrol fungsi motor sensorik, pengalaman tentang realitas fisik yang berasal dari panca indra. Sistem limbik fungsinya bersifat emosional dan kognitif. Neokorteks atau berpikir menjalankan fungsi kecerdasan manusia. Pada dasarnya semua bentuk kecerdasan sudah ada dalam otak manusia sejak lahir dan tidak hanya kecerdasan intelektual saja, melainkan ada delapan kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, matematika, visual/sosial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, dan kecerdasan naturalis. [35]

Tiga bagian otak tersebut di atas juga dibagi menjadi belahan otak kanan dan kiri yang masing-masing memiliki spesialisasi relatif berbeda. Proses berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Sedangkan otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional. [36] Dengan memaksimalkan dan menyeimbangkan kemampuan otak kanan dan kiri, setiap orang sesungguhnya memiliki kemampuan yang sama untuk mencapai keberhasilan.

Motivasi kuat otak kanan yang ditopang oleh penggunaan kecerdasan secara maksimal otak kiri akan menciptakan manusia yang hebat. Keberhasilan yang telah dicapai oleh tokoh tertentu tanpa disadari adalah karena manusia mampu menggunakan kecerdasan otak kanan dan kiri secara sempurna. Banyak orang meniru motivasi serta cara berpikir dan bertindak orang-orang sukses. Ternyata banyak pula diantara mereka yang meniru, akhirnya berhasil. Bertolak dari kenyataan itu maka perlu dikembangkan belajar aktif. Dalam arti, orang harus mampu belajar mengenai mengenai apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang dipelajari agar mendatangkan manfaat baginya dan mengupayakan agar segalanya terlaksana.

Selain prinsip-prinsip tersebut, ada pula prinsip lain yang harus diperhatikan, yaitu pertama menciptakan lingkungan belajar yang tepat, menciptakan suasana belajar yang santai, menciptakan alat bantu (musik), menggunakan pengingat visual seperti menempel foto saat-saat sukses, dan interaksi dengan lingkungan belajar agar siswa semakin terampil mengatasi situasi-situasi yang menantang. Kedua, memupuk sikap juara. Artinya, berusaha memahami dan membangun sikap bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda agar siswa memiliki motivasi yang kuat dalam mengatasi rintangan dengan membekali diri dengan pesan-pesan yang positif, dan mengendalikan kerangka pikiran dengan mengendalikan ekspresi tubuh dan wajah. Ketiga, menemukan gaya belajar yang tepat, yakni mengenali dan menemukan cara yang memungkinkan dapat menyerap informasi dengan mudah untuk selanjutnya mengatur dan mengolah informasi tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap orang memiliki gaya, pola, dan cara belajar yang berbeda. Untuk mengetahui seseorang masuk golongan yang sama, ada model yang dikembangkan Anthoni Gregori, yaitu dengan menjawab serangkaian tes. Dari tes tersebut akan diketahui cara berpikir seseorang, apakah Sekuensial Kongkret, Sekuensial Abstrak, Acak Abstrak, atau Acak Kongkret.[37]

Pemikir Sekuensial Kongkret (SK) memperhatikan dan mengingat detail dengan lebih mudah, mengatur tugas dalam proses tahap demi tahap, dan berusaha mencapai kesempurnaan.[38] Adapun kiat-kiat bagi pemikir Sekuensial Kongkret antara lain: (a) Bangunlah kekuatan organisasi, (b) cari tahu yang diperlukan, (c) bagilah proyek ke dalam beberapa tahapan, dan (d) tatalah lingkungan kerja yang tenang.

Pemikir Acak Kongkret (AK) berpegang pada realitas dan mempunyai sikap ingin mencoba. [39] Pemikir Acak kongkret ini mempunyai dorongan kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan caranya sendiri. Kiat-kiat jitu bagi pemikir Acak Kongkret antara lain: (a) gunakan kemampuan divergen, (b) siapkan diri untuk memecahkan masalah, (c) cermati waktu, (d) terimalah kebutuhan untuk berubah, dan (e) carilah dukungan.

Pemikir Acak Abstrak (AA) mengatur informasi melalui refleksi dan berkiprah di dalam lingkungan tidak teratur yang berorientasi kepada orang.[40] Pemikir Acak Abstrak ini menyerap ide-ide, informasi, dan kesan dan mengaturnya dengan refleksi. Kiat-kiat jitu bagi pemikir Acak Abstrak antara lain: (a) gunakanlah kemampuan alamiah untuk bekerja sama dengan orang lain, (b) ketahuilah betapa kuat emosi mempengaruhi konsentrasi, (c) bangunlah kekuatan belajar dengan bersosialisasi, (d) lihatlah gambaran besar, (e) waspadalah terhadap waktu, dan (f) gunakan isyarat-isyarat visual.

Pemikir Sekuensial Abstrak (SA) berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi.[41] Para pemikir Sekuensial Abstrak merupakan para filosof dan ilmuwan peneliti ternama. Proses berpikir pemikir Sekuensial Abstrak, logis, rasional, dan intelektual. Kiat-kiat jitu bagi pemikir Sekuensial Abstrak antara lain: (a) latihan logika, (b) suburkan kecerdasan, (c) upayakan keteraturan, dan (d) analisislah orang-orang yang berhubungan.

Pada prinsipnya model pembelajaran kuantum (Quantum Learning) merupakan suatu model pembelajaran yang berusaha mengoptimalkan kemampuan otak manusia dengan cara menciptakan keseimbangan otak kiri dan kanan. Seseorang akan menjadi orang yang hebat jika dapat mengoptimalkan kemampuan otaknya. Model kuantum berkeyakinan bahwa otak manusia memiliki kemampuan yang tak terbatas. Oleh karena itu, melalui model kuantum dikembangkan berbagai kecerdasan yang sebenarnya sudah dimiliki manusia. Selain mengoptimalkan otak, Quantum Learning sangat memperhatikan lingkungan dan selalu memanfaatkan selah untuk selalu memberikan motivasi.

3. Penerapan (Aplikasi) Quantum Learning

Prinsip-prinsip Quantum Learning di atas pada hakikatnya berfungsi untuk mengubah paradigma seseorang agar lebih memiliki semangat atau motivasi dan memiliki cara-cara baru dalam belajar. Hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan pemahaman terhadap teknis penerapan Quantum Learning sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Pertama, Teknik Mencatat Tingkat Tinggi. Salah satu teknik mencatat adalah dengan membuat peta pikiran. Peta pikiran menggunakan pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola mengenai ide-ide yang berkaitan.[42] Hal ini seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinal dan dapat memicu ingatan yang mudah.

Kedua, Menulis dengan Penuh Percaya Diri. Menulis adlah aktivitas seluruh otak yang menggunakan kemampuan otak kanan dan kiri.[43] Oleh karena itu, aktivitas menulis harus dilaksanakan dengan penuh gairah dan kegembiraan. Dalam penulisan ada dua hal penting yang ditawarkan oleh pembelajaran kuantum, yaitu proses pengelompokkan gagasan (clustering). Dan penulisan secara cepat. Pengelompokkan gagasan merupakan suatu cara memilih gagasan-gagasan dan menuangkannya ke atas kertas secepatnya. Sedangkan penulisan secara cepat merupakan proses penulisan hanya kata kunci (key word) yang mudah diingat.

Ketiga, Mengupayakan Keajaiban Memori. Hal yang penting agar memiliki daya ingat yang lebih baik adalah dengan cara mengasosiasikan berbagai hal dalam memori.[44] Setiap memori dapat menggunakan asosiasi sederhana untuk mengingat potongan-potongan informasi yang tersembunyi dan asosiasi yang lebih kompleks untuk mengingat teori-teori yang sulit dan bagian informasi yang mengandung banyak potongan-potongan kecil yang saling berkaitan. Teknik lain yang dipakai adalah sistem cantol, yaitu mencocokkan angka-angka dengan kata-kata berirama atau petunjuk-petunjuk visual. Sistem ini menjadikan informasi dapat tertanam lebih kuat dalam memori.

Keempat, Melaju dengan Kekuatan Membaca. Cara orang membaca berbeda-beda. Ada yang membaca menggunakan jari sebagai petunjuk, ada pula yang membaca secara cepat. Cara yang digunakan membaca merupakan hal yang amat penting dalam kemajuan belajar seseorang.[45] Pembelajaran kuantum berupaya mendorong seseorang untuk bisa memiliki kemampuan membaca yang baik, yaitu dengan berlatih menjadi pembaca yang aktif. Seseorang disebut pembaca yang aktif apabila membaca gagasan, bukan kata-kata; melibatkan seluruh indranya; menciptakan minat dan memuat peta pemikiran atas bahan bacaan yang dibacanya. Dengan demikian, model pertama yang harus dimiliki sebelum membaca adalah membuat suasana senyaman mungkin menurut perasaan sendiri.

Kelima, Berpikir Logis dan Berpikir Kreatif. Cara berpikir manusia pada dasarnya melibatkan dua belahan otaknya secara lateral, hasil, dan kreatif berada pada otak intuitif (kanan). Sedangkan berpikir secara vertikal, kritis, strategis, dan analisis berada pada otak logis (kiri).[46] Oleh karena itu, Quantum Learning, menandaskan tentang pentingnya setiap orang bersedia berganti paradigma, cara pandang seseorang terhadap realitas. Selanjutnya, perlu menentukan visi baru ke arah masa depan. Inilah yang disebut proses kretaif. Hal ini mengalir melalui tahap mendefinisikan masalah, tujuan, dan tantangan; mencerna fakta-fakta dan mengolah dalam pikiran (inkubasi); memunculkan gagasan baru (iluminasi); memastikan bahwa alternatif solusi benar-benar menjawab persoalan (verifikasi); dan mengambil langkah-langkah kongkret (aplikasi). Dengan cara demikian, orang akan menemukan gagasan-gagasan yang berani dan bermakna untuk kehidupan di masa yang akan datang.

Aplikasi pembelajaran kuantum atau Quantum Learning tidak akan berhasil tanpa disertai dengan pemahaman terhadap teknis pelaksanaannya. Teknis pelaksanaan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang terkait langsung dengan praktik pengajaran, seperti teknik mencatat tingkat tinggi, menulis dengan penuh percaya diri, mengupayakan daya ingat (memori), mengoptimalkan kekuatan membaca, dan berpikir logis dan kreatif.

Pembelajaran yang menerapkan model Quantum Learning mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan, baik dalam proses maupun hasil belajar. Perubahan-perubahan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai indikator keberhasilan dari penerapan Quantum Learning dalam pembelajaran. Perubahan-perubahan tersebut antara lain sebagai berikut: (1) dalam pembelajaran terjadi interaksi multiarah; (2) siswa aktif dalam mengolah informasi yang diterimanya baik secara individu, maupun secara kelompok. (3) pembelajaran berfokus pada siswa (student centered); (4) potensi intelektual, personal, dan sosial siswa tumbuh dan berkembang dengan pesat; (5) memacu keterampilan berpikir anak; (6) memungkinkan terciptanya self discovery learning; dan (7) kepercayaan diri semakin bertambah.

C. Pengelolaan Sekolah Pnyelenggara Quantum Learning yang Efektif

Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan sekolah penyelenggara Quantum Learning yang efektif, penulis akan melihat inti sari dari tiga permasalahan, yaitu pengelolaan sekolah, sekolah efektif, dan Quantum Learning.

Pengelolaan sekolah dipandang sebagai usaha pimpinan sekolah dalam memanfaatkan seluruh sumberdaya sekolah untuk mencapai tujuan yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik; mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efiasien.

Sekolah yang efektif adalah sekolah yang sudah berada dalam suatu taraf mampu mencapai tujuan secara optimal melalui sistem pengelolaan yang baik dalam memberdayakan setiap komponen penting sekolah sehingga menghasilkan lulusan atau siswa yang berkualitas.

Quantum Learning merupakan seperangkat metode atau falsafah pembelajaran yang didasarkan pada berbagai teori dan strategi belajar yang dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat dalam suasana yang menyenangkan sehingga siswa menjadi responsif dan bergairah dalam belajar.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diinterpretasikan bahwa pengelolaan sekolah penyelenggara Quantum Learning yang efektif adalah kemampuan sekolah dalam mengkoordinasikan berbagai komponen dan segenap sumber daya sekolah secara sistematik dan efektif untuk mencapai tujuan sekolah secara optimal melalui proses pengelolaan yang baik, yaitu perencanaan, pengorgnisasian, dan pengawasan yang baik terhadap penyelenggaraan pembelajaran di sekolah yang menggunakan metode atau falsafah pembelajaran yang didasarkan pada berbagai teori dan strategi belajar yang dapat mengnasilkan kualitas pembelajaran yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat dalam suasana yang menyenangkan sehingga siswa menjadi responsif dan bergairah dalam belajar, sehingga menghasilkan lulusan atau siswa yang berkualitas.



[1] Endang Kustilah, “Penilaian Sekolah Efektif”. http://media.diknas.go.id/media/document/

5458.pdf

2 Nursalam Siradjuddin. Peningkatan Efektivitas dan Efesiensi Pengelolaan Sekolah, Sebuah Konsep Pembinaan Sekolah Swasta: on line: http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option= com_content &task=view&id=370

[3] Sekolah Efektif.http://jeperis.blogspot.com/2008/07/sekolah-efektif.htmlTuesday, July 8, 2008

[4] Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 62

[5] Ibid, h. 61.

[6] John Macbeath dan Peter Mortimore, Improving School Effectivenes, Memperbaiki Efeektivitas Sekolah ( Jakarta: Grasindo, 2005), h. 12

[7] Nursalam Siradjuddin, op, cit.

[8] Nurahmat, Tesis “Studi Deskriptif Analitik tentang Manajemen Sekolah Efektif”, (Bogor : Universitas Pakuan, 2005), h. 8

[9] Rahman, Kepemimpinan dalam Konteks Pemberdayaan Kepala Sekolah dalam Peran Strategis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. ( Jatinangor Sumedang: Alqaprint, 2006). h. 107.

[10] Arikunto, ”Pengembangan Sekolah Efektif ‘, http://zip-diy.or.id/berita/arikunto.htm

[11] TB.A.S Makmun, Analsis Posisi Pendidikan (Jakarta : Biro Perencanaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996), h.15

[12] M.F. Gaffar, Perencanaan Pendidikan, Teori dan Metodologi (Jakarta : Ditjen Dikti Depdikbud,

1987), h.21.

[13] H.D. Sughanda, Himpunan Bahan Cerumah pada Diklat Struktural Adum dan Spama

(Bandung: Parahyangan, 1999), h. 137.

[14] S.P. Siagian, Managemen Strategik (Jakarta : Bumi Aksara, 1989, hh.43-46

[15] H.D. Sughanda, op. Cit., h.140.

[16] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 49

[17] Ibid, h.49

[18] Stephen P. Robbins dan Mary Coulter. Manajemen (Jakarta : PT Indeks, 2004), h.174

[19] M. Fakri dikutip langsung leh Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun. Perencanaan Pendidikan; Suatu pendekatan Komprehensif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), hh. 4-5.

[20] Ibid. hh. 24-25

[21] Nanang Fattah, op.ctl,. 71-72

[22] Nawawi Hadari, Administrasi Pendidikan (Jakarta : Gunung Agung, 1987), h.15.

[23] Nanang Fattah, op.cit., h. 101.

[24] S.P. Siagian, op. Cit.,h.260.

[25] Septiawan Santana Kurnia, Quantum Learning bagi Pendidikan Jurnalistik: (Studi pembelajaran jurnalistik yang berorientasi pada life skill); on line : Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan www.depdiknas.go.id

[26] Bobbi DePotter dan Mike Hernacki. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Terjemahan Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Kaifa, 1992), h.14

[27] Ibid, h.14

[28] Bobbi DePorter, Mark Reardon,and Sarah Singer, Quantum Teaching, Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Bandung: Kaifa, 1992), h. 5

[29] Ibid, h.14.

[30] Ibid, h. 14

[31] Ibid, h. 14

[32] Djoko Saryono. “Pembelajaran Kuantum sebagai Model Pembelajaran yang Menyenangkan”. www.depdiknas.go.id

[33] Bobbi DePorter, op.cit.,h.21

[34] Ibid, h.26

[35] Collin Rose, K.U.A.S.A.I. Lebih Cepat: Buku Pintar Accelerated Learning. (Bandung: Kaifa, 2003), h.24-15

[36] DePorter, op.cit., h.36

[37] DePorter, op.cit,. h.124

[38] DePorter, op.cit,. h.131

[39] Ibid., h.131

[40] Ibid.., h.133

[41] Ibid.., h.133

[42] op.cit., h.145

[43] op.cit., h.177

[44] op.,cit., h.205

[45] op.,cit., h.245

[46] op.,cit., h.291

Lagu The NexT - Shofie

The Next Band